• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Refleksi dan Pembelajaran dari Gempa Bumi Jogja 2006

Refleksi dan Pembelajaran dari Gempa Bumi Jogja 2006

  • 04 Juni 2020, 17:12 WIB
  • Oleh: Satria
  • 7725
Refleksi dan Pembelajaran dari Gempa Bumi Jogja 2006

Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM menggelar diskusi kebencanaan secara daring pada Kamis (4/6). Tema yang diangkat dalam diskusi kebencanaan kali ini adalah “Refleksi Gempa Bumi Yogyakarta 2006”. Hal ini sekaligus memperingati 14 tahun bencana tersebut.

Dr. Gayatri Indah Marliyani, ST. M.Sc., Ahli Kegempaan Teknik Geologi UGM, menyampaikan  banyak hal yang dapat dipelajari dari gempa 14 tahun lalu itu. Gempa yang terjadi pagi hari tanggal 27 Mei 2006 itu memiliki magnitude sebesar  M6.3. Kekuatan dengan skala itu  pada umumnya tidak terlalu menyebabkan kerusakan fatal.

Akan tetapi, pada kenyataannya gempa tersebut berdampak besar dengan banyaknya kerusakan yang ditimbulkan di hampir semua kawasan DIY serta jatuhnya 6.000 korban jiwa. Gayatri mengatakan  hal itu disebabkan sumber serta kedalaman dari gempa yang dangkal. “Sumber gempa berada di daratan di Sesar Opak yang berada di sebelah timur kota Yogyakarta, memanjang dari Prambanan hingga sisi timur pantai Parangtritis. Sesar ini tidak secara langsung beada pada batas zona subduksi akan tetapi pembentukannya masih berkaitan dengan proses subduksi lempeng samudera di bawah lempeng benua di selatan Jawa. Kedalamannya hanya 12,5 km di bawah tanah sehingga mengakibatkan efek goncangan cukup besar, mencapai sekitar VI-VII MMI,"ungkapnya.

Gayatri menyebutkan kondisi permukaan tanah  Yogyakarta juga memengaruhi dampak kerusakan akibat gempa tersebut. Ia menunjukkan area Yogyakarta ini berada dalam sebuah cekungan yang dibatasi oleh Pegunungan Kulon Progo di sisi barat dan Pegununungan Selatan di sisi timur. Aea ini disebut sebagai Cekungan  Yogyakarta.

Namun, cekungan tersebut menurut Gayatri kini telah diisi oleh endapan lepas berupa  pasir dan batuan yang berasal dari letusan Gunung Merapi. Kedalaman sedimen lepas ini kurang lebih 50 meter. “Ketika gempa terjadi endapan lepas tersebut menyebabkan terjadinya amplifikasi gelombang gempa sehingga menyebabkan permukaan di atasnya mengalami goncangan keras dan hasilnya adalah tingginya kerusakan yang terjadi pada tahun 2006 lalu," paparnya.

Waktu itu tidak ada seorangpun yang menyangka akan terjadi gempa bumi tektonik yang bukan akibat gunung Merapi dengan kekuatan sebesar itu. Kajian geologis kala itu belum mampu mengidentifikasi keberadaan sesar yang kini disebut sebagai Sesar Opak ini sehingga gempa yang terjadi waktu itu tidak terduga.

“Setelah terjadi gempa 2006 itu, para akademisi mulai gencar meneliti kembali kondisi geologis daerah Yogyakarta ini. Pencarian literatur kajian lama juga dilakukan yang akhirnya ditemukan bahwa gempa 2006 ini bukanlah gempa pertama yang terjadi di daerah Yogyakarta berdasarkan tulisan dari seorang penelti asal Belanda. Sudah puluhan kali terjadi gempa dengan skala yang beragam selama kurun 200 tahun di Jawa. Salah satunya gempa besar yang terjadi pada tahun 1867 di sepanjang Sesa Opak yang menyebabkan efek goncangan mencapai VIII MMI,” ungkapnya.

Dari kondisi tersebut Gayatri menilai sudah seharusnya Pemprop DIY memperkuat diri sebagai area tangguh bencana terutama terkait perancangan bangunan yang tahan gempa. Hal tersebut mengingat masih aktifnya Sesar Opak serta sesar-sesar lain yang berpotensi menyebabkan gempa.

“Penelitian terkait sumber gempa maupun yang belum diketahui harus terus dilakukan secara sinergis antar stakeholder sebagai langkah antisipasi. Walaupun kita tidak tahu kapan gempa akan datang karena memang belum ada alat yang mampu mendeteksinya. Namun, melihat lokasi masyarakat yang berada di lokasi rawan gempa, kita bisa mempersiapkannya dari membuat bangunan tahan gempa. Gempa tidak membunuh manusia, korban jatuh karena bangunan yang tidak tahan gempa,” pungkasnya.

Selain Gayatri, diskusi juga menghadirkan Dr. Djati Mardiatno, S.Si., M.Si., Peneliti PSBA UGM. Ia memaparkan tentang desa binaan PSBA UGM di Klaten, yakni Desa Sengon, yang diinisiasi sejak tahun 2018 untuk menjadi Desa Tangguh Bencana Gempa Bumi. Ia menyebut desa ini dulunya merupakan salah satu desa terdampak gempa 2006. Kini desa tersebut telah tergolong sebagai Desa Tangguh Bencana kategori Pratama. Harapannya di tahun terakhir pembinaan ini, desa tersebut bisa meningkat ke kategori Madya, atau bahkan Utama.

Penulis: Hakam
Foto: Kompas.com

 

Berita Terkait

  • Refleksi dan Pembelajaran dari Gempa Bumi Jogja 2006

    Thursday,04 June 2020 - 17:12
  • Mengungkap Kearifan Lokal Komunitas dalam Penanganan Bencana Gempa Bantul

    Monday,27 January 2020 - 8:42
  • Peneliti UGM Lakukan Riset Pemanfaatan Atropatena sebagai Alat Prediksi Gempa Bumi

    Thursday,03 June 2010 - 10:48
  • KKN UGM Adakan Penyuluhan Gempa Bumi di Dusun Kedungpring

    Friday,28 July 2006 - 12:41
  • DIY Pernah Alami 12 Kali Gempa Bumi Merusak

    Saturday,24 October 2009 - 20:02

Rilis Berita

  • Lustrum ke-12, Menuju Geografi Inovatif di Era Society 5.0 30 May 2023
    Tahun 2023, Fakultas Geografi UGM berusia 60 tahun. Sebuah waktu yang singkat untuk ukuran umur b
    Agung
  • Nano Kitosan Potensial Untuk Perawatan Gigi 30 May 2023
    Penyakit pulpa dan periapikal gigi masih menjadi persoalan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. D
    Ika
  • Kajian Strategis Power Wheeling Pada Seminar Nasional BEM KM Universitas Gadjah Mada 30 May 2023
    BEM KM Universitas Gadjah Mada mengadakan kegiatan seminar nasional dengan topik power wheeling y
    Satria
  • Visualisasi Keragaman Budaya Indonesia Pada Kegiatan Cultural Festival 30 May 2023
    UGM Residence mengadakan kegiatan cultural festival di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada
    Satria
  • Fordigi Goes to Campus : Optimalisasi Digital Ability untuk Menghadapi Free-Market Ecosystem 30 May 2023
    Forum Digital BUMN (Fordigi) sebagai mitra Kementerian BUMN memiliki agenda berkeliling ke bebera
    Satria

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
  • 06Sep The 5th International Conference on Bioinformatics, Biotechnology, and Biomedical Engineering (BioMIC) 2023...
  • 02Oct Conference of Critical Island Studies...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual