Pakar geriatri dari FKKMK UGM, Dr. dr Probosuseno, SpPD-KGer (K)., mengatakan kelompok lanjut usia atau lansia memiliki risiko tinggi terkena sakit bahkan meninggal dunia. Sebab, di usia itu lansia memiliki beragam penyakit seperti, hipertensi, diabetes, paru hingga penyakit jantung. Adanya pandemi Covid-19 ini menurut Probosuseno justru meningkatkan risiko sakit dan berujung kematian pada lansia. Namun demikian, promosi kesehatan hingga tindakan kuratif pada lansia sangat diperlukan sehingga perlu dukungan dari pemerintah dan elemen masyarakat.
“Tidak selesai dengan pemerintah tapi juga dukungan organisasi non pemerintah (NGO) baik lansia yang mandiri maupun yang tergantung sebagian maupun total. Perlu penanganan dan pelayanan yang bagus agar kesehatan lansia lebih baik lagi,” kata Probosuseno dalam seminar Webinar yang bertajuk Mereka yang Terlupakan:Lansia dan Covid-19, diselenggrakan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Jumat (5/6).
Salah satu kunci untuk meningkatkan kesehatan kepada para lansia adalah dengan memberikan dukungan bagi lansia untuk menjaga hidup sehat lewat relawan lingkungan dan partisipasi sosial. Bagi lansia yang tinggal dengan anggota keluarga menurutnya diperlukan dukungan berupa kecukupan asupan makanan, menjaga kebersihan, mencipatakan kondisi lingkungan yang menyenangkan bagi lansia. “Lingkungan yang saling menyayangi sangat penting selain mengajak lansia untuk kontrol kesehatan rutin, selalu bergembira namun tetap berkarya dengan rajin baca tulis,” ungkapnya.
Direktur Penanggulanan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial, Kementerian PPN, Dr. Maliki, mengatakan pandemi wabah Covid-19 meningkatkan jumlah keluarga jatuh miskin meningkat hingga 55 persen dan yang kelompok masyarakat rentan menjadi miskin jadi 47 persen. Keluarga yang berisiko jadi miskin akan berdampak pada lansia yang selama ini bergantung dengan pasangan maupun anggota keluarga yang terdampak covid.
Jaminan perlindungan sosial dari pemerintah sangat penting agar memastikan masyarakat dapat bisa mengakses fasilitas kesehatan, pelayanan dasar dan pelayanan sosial secara efektif. Ia menyebutkan saat ini sebagian besar hidup dengan kondisi yang sungguh mengkhawatirkan. Ia menyebutkan sekitar 2 juta orang lansia yang berumur di atas 65 tahun hidup miskin. Dari jumlah tersebut sekitar 1,7 juta lansia tidak bisa hdup mandiri, dan 11,3 persen yang lanjut usia megalami depresi. “Lansia perempuan umurnya lebih panjang dibanding lansia laki-laki meski sehat, namun masih mengkhawatirkan,” katanya.
Ia mengakui perlindungan sosial dari pemerintah belum sepenuhnya memberikan perlindungan secara menyeluruh untuk mengurangi beban finansial kelompok lansia.”Bansos tunai masih fokus pada pengurangan beban konsumsi, lanjut usia belum mendapatkan kebebasan finansial,” ujarnya.
Sementara Peneliti Pusat Studi Kependududkan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Mulyadi Sumarto, Ph.D., mengatakan usia harapan hidup para lansia Indonesia dari tahun 1960 hingga sekarang ini jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain di Asia tenggara dikarenakan minimnya pelayanan kesehatan. “Sebagian besar lansia kita hidup di tiga generasi, dimana satu rumah ditinggal anak dan cucunya,” katanya.
Bila di negara lain pengobatan lansia dibebankan kepada negara maka di tanah sebagian besar lansia yang sakit berobat dengan biaya mandiri. “Sebagian besar yang sakit mengobati sendiri, dibebankan ke anak dan cucunya untuk biaya pengobatan,” tuturnya.
Di hampir sebagian besar negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand, jaminan perlindungan sosial lansia hanya mensyaratkan usia 60 tahun maka di tanah air jaminan perlindungan sosial lansia berupa Program Bantuan Asistensi Sosial Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) diberikan dengan syarat usia 70 tahun,”Berbeda dengan negara Asean lainnya yang hanya 60 tahun,” katanya.
Penulis : Gusti Grehenson