Adaptasi kebiasaan baru di sektor transportasi harus dimaknai sebagai era baru sehingga tidak hanya hal-hal teknis yang perlu diatur, tetapi yang lebih penting adalah cara pandang dan perilaku yang baru yang pada akhirnya menjadi budaya baru.
Dalam menjalankan adaptasi kebiasaan baru bertransportasi tersebut diperlukan kewaspadaan dan kesigapan dari ancaman penyebaran Covid-19 gelombang kedua. Pasalnya, area transportasi publik menjadi tempat orang berkerumun.
“Karena itulah, selain membangun konektivitas yang berkeamanan dan berkeselamatan, transportasi kini juga harus berkesehatan. Bahkan, soal kesehatan ini menjadi faktor paling utama saat ini,” ungkap Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan RI, pada Webinar bertema Bersiap Menuju Era New Normal, Selasa sore (9/6).
Terkait kesiapan menuju era New Normal, katanya, kebijakan yang diambil harus inovatif. Kebijakan-kebijakan tersebut haruslah memberikan solusi dan manfaat bagi rakyat dengan membangun transportasi yang humanis dan higienis dan tentunya less contact.
“Kami telah menggandeng UGM, UI, ITB, dan ITS, serta para ahli kesehatan, para operator transportasi dan pemangku kepentingan lainnya. Kami berkolaborasi dan bersinergi untuk menyusun dan menentukan kebijakan yang paling tepat dalam fase adaptasi kebiasaan baru bertransportasi ini,” katanya.
Dalam adaptasi tersebut, menurut Budi, para insan kesehatan baik dokter, perawat maupun apoteker, berperan sangat penting baik dalam upaya penanganan Covid-19 terutama dalam mendorong masyarakat untuk memiliki budaya baru hidup lebih bersih. Secara umum, adaptasi kebiasaan baru memiliki setidaknya dua keuntungan. Pertama, protokol kesehatan akan menjaga Indonesia dari ancaman pandemi yang berkelanjutan, dan kedua mendukung keberlangsungan negara dari berbagai sisi dan mencegah berbagai masalah baru, seperti krisis fiskal, ketahanan pangan, dan gangguan sistem pendidikan.
Prof. Dr. apt. Agung Endro Nugroho, Dekan Fakultas Farmasi UGM, mengungkapkan diperlukan penyesuaian strategi dan pendekatan edukasi pada Era New Normal. Proses edukasi pada Era New Normal mengacu dan selaras dengan konsep Education 4.0 sehingga pemanfaatan teknologi informasi dan big data memegang peran penting dalam edukasi New Normal.
Dikatakannya, edukasi era New Normal berdampak pada efisiensi dan efektivitas. Beberapa penyesuaian yang dilakukan terkait kegiatan pendidikan pandemik Covid-19 dan New Normal, diantaranya perkuliahan dengan pembelajaran online (dalam jaringan) tetap harus memperhatikan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK). Perkuliahan dengan metode flip classroom atau blended learning.
Selain itu, secara teknis pembelajaran menggunakan metode syncronous (Webex, Zoom, Microsoft teams, Skype, Googlemeet dan lain-lain, dan metode asyncronous (university’s e-learning : eLisa, eLok atau e-learning. Sementara para dosen menyiapkan konten pembelajaran (tugas, materi ppt, kuis, ujian dan lain-lain dari berbagai sumber melalui Sistem Pembelajaran yang sudah dikembangkan universitas yaitu eLOK, seperti e-Learning Open for Knowledge Sharing dan eLisa (eLearning System for Academic Community).
“Pembelajaran berbasis konten dari rekaman video kemudian diunggah di youtube atau web sistem, dikombinasi dengan komunikasi email, group media sosial, website fakultas dan bentuk lainnya. Inilah yang kemudian baik mahasiswa maupun dosen sedemikian familiar dan mendekatkan mereka dengan teknologi informasi di saat-saat ini,” terangnya.
Dekan Fisipol UGM, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., menambahkan pandemi Covid-19 telah berdampak secara ekonomi dan sosial. Implikasi terhadap ekonomi mikro tidak sedikit individu/ rumah tangga yang mengalami penurunan penghasilan, kehilangan pekerjaan dan usaha tutup terutama UMKM.
Menurutnya, hampir semua sektor ekonomi makro terdampak Covid19, mulai dari dampak yang paling parah, sedang, sampai ringan hingga tidak terdampak. Sektor yang paling parah adalah pariwisata, penerbangan, oil and gas dan lain-lain. Terdampak ringan real estate, kimia, pertanian, dan tidak terdampak media, telkom, high tech, Farmasi.
“GDP Indonesia diperkirakan mengalami penurunan dari target pertumbuhan 5 persen menjadi yang pesimis -1 sda -4 persen, dan yang optimis tumbuh 1 sda 2 persen. Kemenaker menyebut 3,05 juta tenaga kerja terdampak Covid, dan Kemenkop menyebut 47 persen UMKM bangkrut. Jumlah pengangguran bertambah. Data BPPS 2020 menyebut jumlah pengangguran 6,8 jt, diperkirakan jumlah pengangguran akan bertambah 3-4 Jt jiwa jika Covid-19 berlanjut dan terus meluas,” ucapnya.
Sementara itu, dampak sosial akibat Covid-19 adalah terjadinya perubahan pola hidup, yaitu cara bekerja, cara sekolah, cara bersosialisasi dan cara beribadah. Muncul problem sosial seperti stigmatisasi terhadap penderita Covid-19 dan keluarganya, termasuk penolakan jenazah korban Covid-19 di beberapa daerah.
Untuk itu, kata Erwan, menuju era New Normal sangat diperlukan organisasi dan manajemen kebijakan. Perlu ada guideline kebijakan untuk mengendorkan PSBB pada level nasional yang dapat dijadikan pedoman seluruh stakeholder.
Diharapkan ada keterpaduan protokol kesehatan dengan sektor ekonomi dan sosial. Agar New Normal dapat berjalan dengan baik, perlu disusun protokol kesehatan yang sejalan dengan protokol untuk mendukung kegiatan pada jenis-jenis sektor ekonomi dan juga untuk kegiatan sosial/keagamaan, pendidikan, dan perkantoran pemerintah.
“Tantangannya bagaimana menyusun protokol tersebut, menyosialisasikan, dan mengawasi pelaksanaannya agar konsisten,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : megapolitan.kompas.com