Wacana New Normal yang digulirkan pemerintah sebagai upaya menggeliatkan kembali perekonomian mengundang reaksi yang beragam dari masyarakat. Reaksi terutama datang dari warganet saat menanggapi wacana tersebut.
Bahkan, hasil riset kajian peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM menyebut New Normal tidak ditanggapi serius oleh warganet. Tidak sedikit dari mereka menjadikan wacana New Normal sebagai bahan candaan di berita daring dan Twitter.
Kajian CfDS Fisipol UGM menilai terdapat kebingungan dalam masyarakat mengenai protokol pelaksanaan The New Normal. Setidaknya 9 surat edaran dan protokol yang ditujukan untuk masyarakat masih belum komprehensif dan sebagian besar hanya berisi pengulangan imbauan terkait pencegahan persebaran Covid-19.
Iradat Wirid selaku Peneliti CfDS menyatakan munculnya kata new normal cukup memengaruhi para netizen dan mereka mengalami kebingungan dengan munculnya istilah-istilah baru. Hal itu menjadi berkurang setelah pemerintah kemudian mengganti istilah new normal menjadi adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif aman Covid-19.
“Istilah baru ini dipandang lebih solid dan lebih jelas soal adaptasi kegiatan apa yang akan dilakukan kedepan,” ujarnya pada konferensi pers hasi kajian CfDS terkait warganet tak tanggapi serius soal “New Normal” melalui Google Meet, Selasa (16/6).
Iradat menjelaskan terdapat beberapa temuan menarik dari hasil analisis 112.471 cuitan di Twitter terkait New Normal. Terdapat 5 jenis akun yang mendominasi percakapan, seperti akun pejabat publik, lembaga pemerintah, media daring, menfes, dan akun populer Twitter.
Dalam akun menfes dan populer Twitter terlihat warganet merasa pemberlakuan New Normal terlalu dini. Menurutnya tidak sedikit warganet memberikan kritik melalui candaan atau bahasa sarkasme.
“Selain itu, banyak juga yang menanggapi wacana ini dengan meme atau gurauan yang tidak berkaitan langsung dengan wacana New Normal,” ungkapnya.
Sebagai kesimpulan dan rekomendasi terkait Penerapan New Normal di Indonesia berdasar analisis, tim peneliti CfDS menyebut terdapat kebingungan dalam masyarakat mengenai protokol pelaksanaan New Normal. Tim peneliti CfDS juga melihat bahwa beberapa unsur masyarakat menilai bahwa masih terlalu dini untuk memulai penerapan New Normal.
“Karena itu pengkajian ulang terkait penerapan New Normal perlu dilakukan beserta dengan perumusan protokol New Normal yang lebih komprehensif dan mendetail untuk menghindari kebingungan dan kesalahpahaman dari masyarakat,” terangnya.
Ia mengakui twitter bisa menjadi alat untuk mengukur apa yang terjadi di masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat meskipun tidak mewakili semuanya. Pengguna Twitter berusia 18-34 tahun di Indonesia dan ini tetap bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah sebab pengguna medsos di Indonesia mencapai 150 juta dan pengguna twitter 55 juta yang aktif setiap hari.
“Soal New normal memang ada yang memakai ini sebagai candaan karena tidak mengetahui secara utuh apa itu new normal, dan mereka hanya ingin ini sebagai bahan candaan saja,” ucapnya.
Diah Angendari peneliti CfDS menyatakan riset dilakukan dengan mengambil data dari berita daring dan Twitter dengan periode waktu 7 Mei hingga 5 Juni 2020. Hingga dilakukannya riset ini, pemberlakuan wacana New Normal di Indonesia didasarkan setidaknya atas 9 surat edaran dan keputusan antar Kementerian dan Lembaga
“Pemerintah Indonesia menggunakan 3 pendekatan dan 11 indikator kesehatan daerah dalam memberlakukan wacana New Normal,” ujarnya.
Diah menjelaskan dari 9.236 artikel berita daring oleh berbagai media resmi yang terdaftar dalam Dewan Pers, tim peneliti CfDS menemukan bahwa pemberitaan New Normal didominasi oleh optimisme dari sektor ekonomi dan bisnis. Hal ini berbeda dengan para pemangku kepentingan di bidang kesehatan yang menyatakan bahwa penerapan New Normal di Indonesia dianggap terlalu dini.
“Penggunaan istilah New Normal juga seringkali didapati digunakan dalam ‘bingkai’ yang cukup positif, sedangkan pelonggaran PSSB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) mendapat makna negatif. Padahal, kedua istilah tersebut merupakan hal yang sama karena pemberlakuan New Normal ditandai dengan adanya pelonggaran PSBB,” ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : ayosemarang.com