Produk pangan dari sumber daya pertanian dan peternakan merupakan salah satu sektor yang terkena dampak pandemi Covid-19 akibat tersendatnya rantai pasokan distribusi perdagangan dari produsen ke konsumen. Tersendatnya rantai perdagangan ini disebabkan menurunnya permintaan konsumen karena alasan keamanan dan kesehatan pangan serta ketatnya aturan transportasi. Namun begitu, penjualan produk pangan secara online berkembang pesat meski konsumen lebih memilih produk yang sudah terjamin standar kualitas kesehatannya. Oleh karena itu, sudah saatnya para wirausaha di bidang pertanian dan peternakan untuk mengembangkan teknologi pengolahan pangan agar lebih tahan lama, lebih sehat, aman dan bisa dijual langsung ke konsumen.
Demikian beberapa hal yang mengemuka dalam webinar UGM Talks yang bertajuk Menyiapkan Kenormalan Baru Pasca Pandemi Covid-19 dengan Perspektif Membangun Ketahanan Pangan, Selasa (16/6). Seminar virtual yang diselenggarakan oleh Pusat Inovasi Kajian Akademik (PIKA) UGM ini menampilkan tiga orang pembicara yakni Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), Prof. Yudi Pranoto, Dosen Fakultas Peternakan, Parjono, Ph.D., dan Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan pertanian, Kementerian Pertanian, Dr. Husnain.
Yudi Pranoto mengatakan di masa pandemi sekarang ini menjadi ujian dan tantangan bagi para petani, peternak dan wirausahawan untuk melakukan perubahan dalam proses pengolahan pangan. Sebab, saat ini konsumen lebih memilih pangan yang lebih higienis, sehat dan terjamin dari kontaminasi covid. “Konsumen lebih mengharapkan agar produk pangan terjamin secara baik, apalagi berasal dari daerah zona merah (Covid-19),” katanya.
Ia berpendapat saat awal masa pandemi, beberapa daerah mengalami kesulitan mendapatkan produk pangan sehingga harganya naik di pasaran. Namun, ada beberapa daerah tertentu produksinya melimpah dan harganya jauh relatif lebih rumah. Tersendatnya rantai distribusi pangan akibat pengetatan jalur tranportasi menjadi salah satu penyebabnya. Namun, untuk menghindari agar hasil panen dari petani dan peternak tidak lekas rusak akibat masalah rantai distribusi ini ia mengharapkan perlu adanya pengembangan teknologi dalam pegolahan bahan pangan.
Sementara Parjono, Ph.D., mengutarakan peternak ayam potong dan petelur paling terkena dampak pada masa awal pandemi Covid-19 ini. Sebab, turunnya permintaan dari konsumen karena banyak pasar yang tutup. Berbeda dengan peternak sapi potong, hingga lebaran tahun kemarin mereka merasakan dampak dari kenaikan harga daging karena tidak adanya kebijakan daging impor. “Kesulitan mereka justru memasarkan sapi potongnya. Tidak hanya permintaan menurun, namun dari sisi distribusi harga pakan juga mulai meningkat sehingga peternakan mengalami dampak cukup berat,” katanya.
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian, Dr. Husnain, mengatakan produksi produk pertanian tetap berjalan dengan baik saat masa pandemi, namun mengalami hambatan pada sisi distribusi penjualan hasil panen. “Hasil panen tetap namun distribusi logistik tersendat,” katanya.
Tingginya permintaan produk pangan pertanian secara online menurutnya menjadi peluang bagi wirausahawan pertanian untuk menjual dan memasarkan produknya ke konsumen. “Teknologi bisa membantu perdagangan produk pertanian,” ujarnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Alfian Rizal/Jawa Pos