Sejak tahun 2014, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM telah melakukan penelitian evaluasi dan monitor kebijakan jaminan kesehatan nasional (JKN). Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi pelaksanaan JKN di Indonesia, yang dinilai masih memiliki sejumlah permasalahan.
Dalam Forum Analisis Kebijakan JKN Bertajuk ”Mengevaluasi UU SJSN dan UU BPJS Berdasarkan Bukti” yang digelar Kamis (18/6), Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FKKMK, Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D, menyebut diperlukan evaluasi terhadap kebijakan JKN di dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
“Secara keseluruhan, ini menunjukkan bahwa pelaksanaan JKN belum seperti yang diharapkan oleh UU SJSN dan UU BPJS serta UUD 1945,” ucapnya.
JKN, menurutnya, belum memenuhi prinsip equity dan keadilan sosial karena sebagian dana Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN dipergunakan bukan untuk yang miskin dan tidak mampu dan ada ketimpangan daerah dalam penggunaan dana BPJS.
Di samping itu, tata kelola dianggap masih belum optimal dalam transparansi data, akuntabilitas, dan peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan JKN, sementara sistem mutu pelayanan kesehatan serta fungsi pencegahan dan penindakan fraud belum berjalan dengan baik.
Melalui seri diskusi forum kebijakan JKN, PKMK FK-KMK UGM mengupayakan adanya perbaikan melalui transformasi kepada pemerintah. Seri diskusi ini, menurutnya, tidak hanya mentransformasi hasil penelitian, namun juga merespons berbagai isu kebijakan JKN lain dalam konteks ketepatan isi UU SJSN dan UU BPJS.
“Hasil yang diharapkan adalah transformasi hasil penelitian ke pengambil keputusan, memperluas sebaran informasi hasil penelitian melalui media massa, merespons isu JKN yang sedang berkembang dalam konteks isi UU SJSN dan UU BPJS, serta memberikan saran untuk pengambil kebijakan,” terang Laksono.
Beberapa waktu lalu pemerintah mengumumkan akan kembali mengambil keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Selain mengubah besaran iuran BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) juga menyusun rencana untuk menetapkan kelas standar dalam memberikan layanan kesehatan. Kelas standar adalah kelas layanan yang akan diberikan untuk seluruh peserta program JKN.
Menurut peneliti PKMK, M. Faozi Kurniawan, Perpres No. 64 Tahun 2020 belum dapat menyelesaikan persoalan defisit karena iuran masih underprice. Penyelesaiakan persoalan defisit, terangnya, tidak bisa dilakukan hanya dengan menaikkan iuran, terlebih apabila kenaikan tinggi terjadi pada PBI APBN dan PPU yang selama ini positif.
“Perlu perbaikan tata kelola dan manajemen untuk mengatasi underprice iuran, tunggakan iuran, cost-sharing untuk penyakit biaya mahal, dan sistem deteksi fraud,” paparnya.
Ia menambahkan, sebelum dipenuhinya pemerataan fasilitas kesehatan di wilayah yang sulit akses dan terbatas, pembatasan manfaat medis, penyesuaian besaran iuran, tunggakan iuran, dan cost-sharing untuk penyakit biaya mahal, maka penetapan kelas standar belum mampu mewujudkan program JKN yang berkeadilan.
Penulis: Gloria