![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2206201592811490844449312-766x510.jpeg)
Peneliti Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM menyebut kenaikan iuran BPJS yang diberlakukan pada tahun 2020 belum tentu dapat menyelesaikan permasalahan defisit.
“Ada beberapa permasalahan yang belum selesai, seperti pemerataan fasilitas kesehatan yang belum terjadi, termasuk SDM kesehatan, dan ada kebijakan naik kelas yang masih terus dilakukan,” ucap M Faozi Kurniawan dalam konferensi pers Senin (22/6).
Faktor-faktor penyebab defisit lainnya yang ia sebutkan adalah masih adanya penggolongan kelas standar Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan kelas standar Non-PBI, efisiensi pelayanan klinis yang belum dilakukan, dan manfaat medik yang sangat lebar tanpa cost-sharing.
Hasil evaluasi JKN periode 2, terangnya, memperkuat evaluasi sebelumnya yang menggambarkan bahwa ketersediaan dan pertumbuhan rumah sakit didominasi oleh Pulau Jawa dan Sumatera. Sementara itu, pelayanan kesehatan dengan teknologi mahal masih belum merata. Contohnya adalah ketersediaan dokter spesialis jantung dan layanan cath lab.
Ia memaparkan bahwa dari hasil analisis data sampel BPJS Kesehatan tahun 2015-2016, segmen PBPU, PPU dan BP paling banyak memanfaatkan layanan kesehatan.
“Data klaim menunjukkan semua kelas PBPU mempunyai rasio klaim di atas 100 persen. Portabilitas antar daerah banyak dimanfaatkan oleh segmen PBPU yang mampu membayar biaya transportasi dan akomodasi pasien dan keluarganya,” kata Faozi.
Bukti-buki terbaru menunjukkan ada masalah inequity yang membahayakan penerapan ideologi keadilan sosial. Dana PBI APBN yang seharusnya untuk masyarakat miskin dan tidak mampu semakin terpakai untuk mereka yang seharusnya lebih mampu.
“Daerah-daerah terpencil kesulitan mengejar ketinggalan fasilitas kesehatan serta SDM dan dana yang tidak terpakai di daerah terpencil mempunyai risiko terpakai untuk menutup kekurangan dana BPJS di kota-kota besar dan sekitarnya. Situasi ini merupakan fenomena gotong royong terbalik dan membahayakan keberlangsungan JKN,” paparnya.
Di samping kenaikan iuran, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan pemerintah mempunyai rencana untuk menetapkan kelas standar sebagai implementasi UU SJSN dan sebagai salah satu upaya menyelesaikan masalah defisit.
Pemerintah dan DJSN dinilai perlu mereview UU SJSN dan UU BPJS untuk mengatasi permasalahan defisit BPJS dan berbagai hambatan pelaksanaan JKN agar berkeadilan sosial.
“Diperlukan banyak kebijakan strategis, antara lain ketegasan dalam level UU bahwa dana PBI tidak boleh diperuntukkan untuk mendanai segmen Non PBI dan pelibatan Pemda disemua aspek, termasuk pendanaan defisit, agar terjadi perbaikan tata kelola dan manajemen,” pungkasnya.
Penulis: Gloria