Virus corona jenis baru penyebab Covid-19 telah menginfeksi jutaan orang di berbagai penjuru dunia. Bahkan, jumlahnya masih cendrung meningkat dari waktu ke waktu. Beban rumah sakit pun semakin tinggi dalam menangani pasien Covid-19.
Direktur RSGM UGM, Dr. drg. Julita Hendrartini, M.Kes.,AAK., menyebutkan pandemi Covid-19 telah memengaruhi operasional rumah sakit. Bagi rumah sakit rujukan Covid-19, melonjaknya jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit menjadikan arus kas terganggu. Sebab, uang muka kerja rumah sakit (10-50 persen) tidak lagi mencukupi biaya operasional. Belum lagi ditambah persoalan dispute klaim dan belum ada kejelasan kapan berakhir masa pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 juga berimbas pada rumah sakit non rujukan Covid-19. Wabah virus corona menyebabkan penurunan kunjungan pasien rawat jalan maupun rawat inap non Covid-19. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan tingkat okupansi.
“Pemasukan rumah sakit turun antara 30-50 persen,”katanya dalam webinar Sistem Keuangan dan Akuntansi Institusi Kesehatan pada Kondisi New Normal, Jumat (26/6).
Pendapatan yang menurun berdampak pada arus kas (cash flow) rumah sakit. Arus kas yang terganggu menjadikan beban operasional rumah sakit meningkat. Apabila kondisi ini terus berlangsung rumah sakit akan terancam kolaps dan pelayanan terhenti.
Dia mengatakan situasi tersebut tidak hanya terjadi pada rumah sakit yang berada di Indonesia. Semua rumah sakit di dunia menghadapi persoalan yang sama.
Sementara memasuki fase tatanan kenormalanan baru, Julita menekankan pentingnya penataan ulang pelayanan di rumah sakit menyesuaikan kondisi normal baru. Penyusunan strategi yang tepat untuk memulihkan kondisi rumah sakit perlu dilakukan. Salah satunya dengan strategi branding mulai dari identifikasi layanan-layanan yang menguntungkan di rumah sakit, layanan apotik, mendorong sarana promosi kreatif dengan medsos, serta menghubungi pasien yang loyal dan sering berkunjung ke rumah sakit.
Berikutnya, strategi yang bisa disusun adalah terkait keuangan dengan menjadwal ulang pembayaran pihak ke tiga, menghitung ulang unit pembiayaan rumah sakit yang menyebabkan peningkatan beban operasional.
Dalam pembiayaan rumah sakit di era new normal ini pemerintah harus fokus menetapkan rumah sakit rujukan Covid dan refokusing efisiensi anggaran di masing-masing rumah sakit,”tuturnya.
Direktur Keuangan dan Umum RSA UGM sekaligus dosen FEB UGM, Haryono, M.Com., Ak.,CA., menyampaikan pandemi Covid-19 telah mengakibatkan penurunan jumlah pengunjung di RSA. Grafik pengunjung menunjukkan kecenderungan menurun selama periode Maret-Juni 2020.
Haryono mengatakan terdapat sejumlah tantangan baru memasuki masa kenormalan baru. Menurutnya, pandemi telah mengubah perilaku sivitas rumah sakit dalam pelayanan medis dan perilaku pasien. Perubahan juga terjadi dalam proses layanan tatap muka menjadi online-digital, gaya kepemimpinan, renstra, program dan efisiensi operasional serta pemanfaatan TIK dalam sosialisasi dan pemasaran produk rumah sakit.
Dia menyampaikan hal tersebut juga terjadi pada RSA UGM. Menghadapi pandemi ini, RSA berupaya memodifikasi SOP, sarana prasarana, dan mendesain ulang ruangan memasuki new normal. Hal tersebut untuk menciptakan layanan medis yang aman, bersih, dan sehat. Selain itu, melakukan efisiensi dan integrasi dalam proses bisnis internal. Lalu, mengoptimalkan pemanfaatan TIK dalam sosialisasi dan layanan. Dalam melakukan transaksi pembayaran juga diarahkan secara non tunai.
Sementara Guru Besar FEB UGM, Prof. Indra Bastian, Ph.D., MBA., CA., CMA., pada kesempatan itu menyampaikan materi tentang melembagakan akuntansi dalam praktik rumah sakit Indonesia. Adanya komite Pedoman Akuntansi Rumah Sakit Indonesia (PARSI) diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan rumah sakit. Dengan demikian, laporan keuangan menjadi semakin relevan, komperehensif, dan andal.
Penulis: Ika
Foto: Antara