Pandemi Covid-19 memaksa banyak orang untuk membatasi pergerakan dan lebih banyak melakukan aktivitas di rumah. Kondisi ini dapat memunculkan perasaan yang disebut dengan cabin fever, yang diidentikkan dengan keadaan terisolasi di dalam ruangan atau merasakan hal-hal negatif selama melakukan isolasi diri di rumah.
“Cabin fever adalah istilah untuk mengungkapkan perasaan sedih, sepi, takut, bosan, bingung, dan lesu saat Anda terperangkap atau terkurung di suatu tempat selama beberapa jam atau beberapa hari,” ungkap Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Dr. Diana Setiyawati, Rabu (1/7).
Istilah cabin fever sendiri merupakan sebuah istilah populer, bukan diagnosis gangguan jiwa. Cabin fever, terangnya, berbeda dengan perasaan bosan pada umumnya. Orang yang mengalami cabin fever bisa sampai mengalami kelelahan, kesulitan berkonsentrasi, dan keluhan lainnya.
Kondisi ini ia ibaratkan seperti seseorang yang terjebak di dalam sebuah kabin dan tidak bisa keluar walaupun sudah berusaha keras. Tiap orang dapat mengalami kondisi gejala yang berbeda, juga tingkat keseriusan yang berbeda tergantung pada karakter kepribadian, temperamen, dan kemampuan koping yang dimiliki.
“Resiliensi dalam menghadapi konflik juga berpengaruh,” imbuhnya.
Kondisi ini, terangnya, perlu diperhatikan karena dapat mengganggu produktivitas. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi perasaan ini, misalnya mengubah pemikiran terjebak terkait kondisi saat ini. Perspektif seseorang terkait kondisi yang menimpa, kata Diana, akan memengaruhi bagaimana sikap yang akan diberikan dalam kondisi tersebut.
Ia juga merekomendasikan untuk membuat rutinitas selama berada di dalam situasi isolasi atau karantina, misalnya dengan melakukan aktivitas yang dahulu ingin dilakukan jika memiliki waktu luang, dan membuat pembagian antara pekerjaan atau kewajiban dengan aktivitas lain sebagai sarana hiburan.
Berhubungan dengan alam dengan membuka jendela, berjemur, atau menyiram tanaman, dan tetap membangun koneksi dengan orang lain dengan memanfaatkan teknologi juga menjadi cara yang baik untuk menghadapi cabin fever.
“Ingat bahwa yang dilakukan saat ini adalah physical distancing, bukan social distancing,” kata Diana.
Orang yang mengalami cabin fever juga bisa mencoba melakukan sesuatu yang baru dan menarik, melakukan aktivitas yang dapat mengaktifkan kerja otak, dan beraktivitas yang menggerakkan fisik seperti olah raga. Ditambah dengan menguatkan keyakinan bahwa setiap masa akan berganti, hal ini dapat membantu mengatasi perasaan-perasaan negatif yang dapat muncul selama menghabiskan waktu di rumah di tengah pandemi.
“Setiap kesusahan akan berganti dengan kemudahan, dan setiap fase kehidupan akan datang silih berganti,” ucapnya.
Penulis: Gloria
Foto: Freepik.com