Selain aspek finansial, permasalahan utama pengembangan angkutan umum perkotaan di Indonesia terletak pada aspek sosial budaya masyarakat sebagai pengguna. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, kualitas angkutan umum harus ditingkatkan untuk menarik pengguna.
“Pengembangan angkutan umum sebaiknya harus memiliki visi jangka panjang sehingga menghindari bongkar pasang kebijakan,” ujar Prof. Dr. Ing. Ahmad Munawar, M.Sc, Selasa (30/6) dalam Webinar Bedah Buku yang ditulisnya ‘Pengembangan Angkutan Umum di Indonesia’.
Dari buku yang ditulisnya tersebut, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada sekaligus Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM ini menguraikan terkait perencanaan transportasi umum, desain dan studi kasus di berbagai kota di Indonesia. Ia juga menggali soal pentingnya pengembangan teknologi berupa penggunaan ITS (Intellegent Transport System) pada angkutan umum.
“ITS sudah banyak direncanakan dan dipasang di berbagai kota, tetapi aspek keberlanjutannya kurang karena alasan keterbatasan pendanaan dan sumber daya manusia, seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surabaya,” paparnya.
Prof. Dr. Agus Taufik Mulyono saat membuka webinar bedah buku menyatakan karakterisitik pengembangan wilayah di Indonesia berkembang sangat cepat, dari bidang agraris menjadi bidang jasa. Oleh karena itu, kota sebagai pusat kegiatan menjadi wilayah yang sangat berkembang sekaligus memunculkan berbagai permasalahan. Masalah-masalah transportasi yang dihadapi perkotaan seperti kemacetan tidak hanya berdampak pada ekonomi tetapi juga lingkungan.
“Pustral UGM berkomitmen untuk ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan ini, diantaranya dengan penerbitan buku Pengembangan Angkutan Umum di Indonesia. Buku ini bukan hanya berisi teori, tetapi juga pembahasan tentang bagaimana cara menghadapi permasalahan-permasalahan terkait transportasi perkotaan di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Ahmad Yani, M.T, selaku Direktur Angkutan Darat, Kementerian Perhubungan sebagai salah satu pembahas mengungkapkan Kementerian Perhubungan terus mengembangkan angkutan umum di Indonesia. Kemenhub saat ini tengah membuat kebijakan tentang ITS, yang cara operasi dan kolaborasinya sedang dibahas bekerja sama dengan Kemenkumham.
Menurutnya, kebijakan di tiap daerah terkait pengembangan angkutan umum penting untuk diperhatikan. Perubahan kepemimpinan yang selalu terjadi berdampak pada perubahan kebijakan soal angkutan umum di daerah-daerah.
“Karena itu, kerja sama pemerintah pusat dan daerah menjadi hal yang tidak dapat diabaikan. Beberapa perbaikan program sudah dijalankan untuk meningkatkan efektivitas program, misalnya pola bagi-bagi bus menjadi by the service dengan sistem yang full digitalisasi,” ucapnya.
Ahmad Yani menyebut pola-pola tersebut sudah beroperasi di Palembang dan pada bulan Juli akan dilaunching di Surakarta. Peningkatan teknologi ini dilakukan dengan mengintegrasikan sistem GPS di seluruh Indonesia dengan cara penentuan spesifikasi agar dapat masuk ke integrator GPS agar pengawasan menjadi lebih mudah dan akurat.
Selain itu, Ahmad Yani menyebut saat ini tengah disusun kebijakan untuk mewajibkan semua angkutan antarkota masuk ke sistem e-ticketing sehingga tiap orang yang melakukan perjalanan akan otomatis masuk ke sistem travel device. Menurutnya, integrasi sistem pembayaran juga penting untuk dilakukan.
“Kota yang disiapkan untuk program by the service juga dibantu untuk sistem ‘first-mile last-mile’ agar meningkatkan penggunaan transportasi non-motorized, seperti sepeda atau pejalan kaki. Orientasi Kementerian Perhubungan prinsipnya adalah bagaimana melayani masyarakat dengan standar yang baik,” terangnya.
Pembahas lain, Harya S Dillon Ph.D mengatakan benang merah pengembangan angkutan umum adalah bagaimana mereformasi sistem agar lebih baik dengan sistem contract by the service. Memang variable non-teknis di daerah-daerah beragam, termasuk perlu keberpihakan dari pemerintah daerah dan DPRD.
Untuk itu, katanya, solusi harus lebih komprehensif agar penyelesaian masalah lama tidak menimbulkan permasalahan baru. Subsidi BBM dinilanya menjadi salah satu faktor mengapa pengguna angkutan umum menurun tiap tahun.
Menurutnya, orang yang cenderung sudah mampu membeli kendaraan bermotor cenderung memilih membeli kendaraan pribadi. Apalagi pelayanan angkutan umum saat ini juga masih jauh dari harapan.
“Subsidi bukan sesuatu yang buruk, namun sasarannya harus tepat. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah pada pentarifan/pricing. Tarif adalah salah satu keputusan politik sebagai kunci yang perlu diperdalam agar angkutan umum bisa lebih terjangkau ke seluruh lapisan masyarakat,” paparnya.
Dr. M. Isran Ramli, pengajar pada Universitas Hasanuddin, menambahkan perencanaan angkutan umum harus mengklasifikasi jenis atau skala kota di Indonesia. Menjadikan Jakarta sebagai model, menurutnya, menjadi distorsi tersendiri bagi kota-kota lain di Indonesia yang ingin mencontoh transportasi umum Jakarta.
“Contohnya adalah konsep BRT di Makassar yang perencanaannya ternyata kurang realistis. Dalam konteks pengembangan angkutan umum, perlu konsepsi rencana berbasis teori yang mapan dan berbasis karakteristik wilayah kota sendiri. Contoh implementatif yang ada di buku ini lebih menitikberatkan pada penerapan kota di luar pulau Jawa sehingga dapat diadaptasi untuk diterapkan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Pos Kupang