Produk ventilator karya peneliti UGM mendapatkan apresiasi dari Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Menurutnya, produk alat kesehatan karya anak bangsa perlu didorong untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor. Namun begitu, Sri Sultan mengakui kebiasaan birokrasi pemerintahan dan industri di Indonesia yang lebih mementingkan impor produk luar daripada memberikan kesempatan produk lokal untuk bisa bersaing. “Produk dalam negeri sangat penting untuk didorong agar kita mandiri. Biarpun ada kemampuan tanpa diberi kesempatan tentu akan sulit. Jika tidak diberi ruang, bagaimana kita bisa maju jika hanya mengandalkan impor yang maunya agar lebih gampang,” kata Sri Sultan saat menerima audiensi Rektor UGM bersama tim peneliti ventilator, Selasa (7/7), di kompleks Kepatihan Pemprov DIY.
Sri Sultan berharap agar produk riset jangan hanya selesai jadi prototipe lalu disimpan sebagai pajangan semata. Namun, bisa digunakan untuk memberi manfaat bagi masyarakat. “Jangan sampai nantinya masyarakat menganggap bahwa kami bangga bahwa kami bisa menjual produk asing untuk bangsa sendiri, tapi harus bangga menjual produk lokal,” ungkapnya.
Meski ventilator yang dibuat oleh tim UGM dalam proses uji alat dan uji klinis, Sri Sultan berharap ventilator tersebut bisa diperkenalkan ke publik untuk digunakan di beberapa rumah sakit. Ia juga menawarkan skema kerja sama agar harga ventilator buatan dalam negeri tidak mahal dan membebankan pihak rumah sakit. “Yang namanya rumah sakit dalam keadaan darurat (Covid-19) mestinya ventilator itu penting untuk memberikan ruang pada pasien pada penyakit tertentu yang memerlukan itu. Namun, jika berbicara harga ini menjadi dilematis,” katanya.
Menurut Sultan sudah ada 12 ventilator di beberapa rumah sakit di DIY. Namun, selama masa pandemi hanya ada dua ventilator yang digunakan untuk merawat pasien Covid. Sedikitnya alat ventilator yang dipakai tersebut, menurut Sri Sultan, disebabkan pasien Covid di DIY jumlahnya sedikit dan sebagain besar mengalami gejala ringan. Menurutnya, sedikitnya jumlah pasien Covid di DIY disebabkan karena ia menganjurkan agar pendatang atau warga yang mudik untuk mengikuti proses karantina selama 14 hari. Selanjutnya, selama proses karantina, pemerintah memberikan suplemen seperti vitamin B kompleks, zinc dan madu. Selain itu, pihak RT dan RW juga mengawasi proses karantina tersebut. “Kuncinya kasih vitamin dan kontrol di desa,” ungkapnya.
Meski ventilator dipergunakan untuk pasien kritis, namun Sri Sultan berkeyakinan alat ini masih sangat diperlukan sepanjang pandemi masih berlangsung. Ia pun mengharapkan apabila uji klinis dan izin edar alat tersebut sudah dikeluarkan, ia akan mempertimbangkan untuk memanfaatkan alat tersebut di beberapa rumah sakit di DIY dengan model kemitraan dengan pihak ketiga.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., mengatakan audiensi dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X ini untuk memperkenalkan alat tersebut sebagai hasil pengembangan tim peneliti yang bekerja sama dengan mitra industri lokal DIY. “Sri Sultan menawarkan pendanaan ke depan tidak hanya untuk ventilator , namun karya lainnya yang bisa dikembangkan karena sekitar 95 persen produk alat kesehatan kita masih impor,” ujarnya.
Rektor menjelaskan ada dua jenis ventilator yang dikembangkan oleh tim UGM ini, yakni ventilator yang dapat digunakan di intensive care unit (ICU) dan ventilator non ICU. Keduanya tengah dalam tahap uji coba produk di Surabaya dan uji klinis di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. “Ventilator ICU yang kita buat merupakan satu-satunya yang pertama dibuat di Indonesia,” kata Rektor.
Selain membuat ventilator karya anak bangsa sendiri, produk ini menurut Rektor didukung oleh kesiapan tim teknis untuk merawat alat tersebut agar bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama. Harapannya pihak rumah sakit tidak harus menggantikan dengan yang baru apabila alat tersebut rusak.
Dr. Adhika Widyaparaga, S.T., M. Biomed. E., salah satu anggota tim pengembang ventilator, menuturkan pihaknya menargetkan uji klinis untuk alat tersebut akan selesai hingga akhir bulan ini sehingga awal bulan Agustu sudah bisa digunakan. “Untuk non ICU kita sudah produksi 10 unit, sedangkan yang lainnya sudah kita siapkan komponen untuk 60 unit,” paparnya.
Penulis : Gusti Grehenson