Yogya, KU
Angka pertambahan penduduk di Indonesia saat ini sekitar 6,6 juta jiwa atau 1, 3 persen pertahun. Dengan laju petumbuhan penduduk berkisar dalam angka tersebut, diprediksikan pada tahun 2015 total penduduk indonesia berjumlah 270 juta jiwa.
“Jumlah penduduk ini sebenarnya bisa dikurangi menjadi 240 juta jiwa jika pemerintah berhasil menekan angka pertambahan penduduk menjadi satu persen per tahun melalui program Keluarga Berencana,†kata Kepala BKKBN Pusat Dr. Sugiri Syarief , MPA dalam sarasehan temu alumni Fakultas Kedokteran UGM, Rabu malam (5/3) di Ruang Senat FK UGM.
Namun demikian, diakui oleh Syarief upaya menekan angka pertambahan penduduk melalui program KB mengalami banyak kendala diantaranya adanya desentralisasi KB dan menurunnya jumlah petugas KB di lapangan.
“Adanya desentralisasi KB, menyebabkan kewenangan dari pusat semakin berkurang, sebab sudah dialihkan menjadi kewenangan pemerintah kabupaten dan kota bahkan anggaran dan personilnya pun ditentukan dari daerah masing-masing, celakanya BKKBN di daerah dimasukkan dalam sebuah badan, dinas dan kantor tertentu,†jelasnya.
Sementara itu, jumlah petugas KB di lapangan semakin berkurang cukup drastis dari sebelumnya berjumlah 30 ribu, kini hanya tinggal 21 ribu petugas.
“Banyak dari petugas tersebut ini yang meninggalkan pekerjaan ini dan beralih ke pekerjaan lain, ada yang sudah jadi camat, kepala desa, dan asisten pejabat, sehingga petugas yang tersisa sekarang ini persis seperti anak ayam yang kehilangan induknya,†terangnya.
Bila tahun 80-an dan 90-an, program KB menjadi primadona, karena mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan bantuan dana dari pihak internasional. Namun, kenyataan yang terjadi saat ini justru sebaliknya, dukungan pemerintah dan DPR serta kucuran dana dari pihak internasional sangat minim sekali.
“Saat ini program KB belum ada donor yang mau membiayai,†katanya.
Diakui Syarief, dana internasional untuk programa KB kini tidak lagi difokuskan ke wilayah Asia tapi sudah dialihkan ke negara-negara Afrika. Padahal, adanya dana internasional ini paling tidak mampu membiayai 70 persen dari kebutuahan dana yang diperlukan dalam program KB.
Dengan kondisi yang serba terbatas ini, kata Sayarief, pihaknya merasa kewalahan dalam membenahi kondisi internal lembaganya.
“Kita hanya diberi dana sekitar satu triliun yang diambil dari dana APBN, padahal yang kita butuhkan jauh lebih besar, justru itu ke depan kita mesti bekerja keras lagi untuk melobi DPR,†imbuhnya.
Selain itu, jelas Syarief, kurang gencarnya pelaksanaan KB juga disebabkan karena tidak ada lagi pemberlakuan reward dan punishment oleh pemerintah pusat sehingga pelaksanaan di kabupaten dan kota seolah tidak dikerjakan secara sungguh-sungguh.
Kondisi di era reformasi saat ini, diakui Syarief, sangat sulit memaksa seseorang untuk ikut progran KB, hal ini dibuktikan jumlah pertambahan peserta aktif KB nasional dari tahun ke tahun hanya berkisar di angka 0,53 persen.
“Jumlah peserta KB aktif masih dibilang cukup lumayan berkisar 60 persen, namun pertambahan jumlah peserta KB tiap tahunnya tidak mengalami peningkatan yang cukup siginifikan,†imbuhnya.
Karena itu, menurut Syarief, BKKBN memerlukan dukungan dari semua pihak dalam rangka menggalakkan kembali dan memasyarakatkan program KB sehingga bisa sejalan dengan yang dicanangkan oleh presiden SBY untuk merevitalisasi progran KB. Dalam kesempatan kegiatan sarasehan tersebut, Syarief sempat meminta berbagi masukan dari alumni FK UGM yang hadir terkait dengan berbagai hal upaya revitalisasi program KB.
Dalam kesempatan yang sama, menteri Kesehatan RI Dr dr Fadillah Supari juga sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh Kepala BKKBN Pusat, menurutnya masalah terbesar yang dihadapi Depkes saat ini saat ini yang paling parah adalah KB.
“Sebetulnya permasalahan KB ada pada sistem desentralisasi, dimana program KB ini sangat tersendat-sendat karena BKKBN di daerah dimasukkan di sub-sub dinas, kadang-kadang diletakkan di dinas sosial bahkan di dinas pemakaman,†katanya.
Meskipun demikian kata Supari, angka kematian ibu saat ini jumlahnya menurun dengan baik, karena ada program bidan masuk desa dan pelatihan dukun-dukun desa. (Humas UGM/Gusti Grehenson)