Pidato pengukuhan Guru Besar UGM dari Fakultas Kedokteran UGM, Prof.dr. Laksono Trisnantoro, M.sc.,Ph.D disampaikan di Balai Senat UGM, 28 nopember 2006. Dengan judul pidato, “Sistem pelayanan Kesehatan di Indonesia: Apakah Mendekati atau Menjauhi Paradoks dan anarkisme?
Dalam penyampaian isi pidatonya, Prof Laksono mengkritisi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia yang berada pada kondisi yang belum baik. Situasi sektor kesehatan berada pada papan bawah Asia Tenggara. Data UNDP (2003) menunjukkan Human Development Indeks (HDI) Indonesia berada di urutan ke-112 di bawah Vietnam (109) dan jauh di bawah Malaysia (68).
Ke mana sistem pelayanan kesehatan Indonesia menuju? Apakah: (1) mengarah ke model penerbangan yang highly regulated, ataukah (2) menuju ke model seni lawak yang longgar yang dapat mengarah ke anarkisme dan paradoks, ataukah (3) tetap status quo seperti saat ini? Pertanyaan ini akan dibahas dengan pendekatan skenario.
Skenario A
Ideologi dan budaya di dalam sektor kesehatan masyarakat dapat diubah. Tujuan UUPK (Undang-Undang Praktik Kedokteran) untuk meningkatkan mutu diterima dengan baikl oleh pelaku pelayanan kesehatan. Dokter mempunyai pandangan yang menerima adanya pengatur pasar. Sistem insentif dokter dapat diperbaiki oleh Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Undang-Undang ini sebagai instrument kebijakan untuk memastikan sumber dana sistem pelayanan kesehatan dari pemerintah ke masyarakat.
Dokter dan tenaga kesehatan mempunyai budaya baru dimana asuransi kesehatan menjadi bagian penting dalam pendapatan mereka. Kepatuhan akan aturan pelayanan termasuk prosedur klinik dan pemilihan obat akan membaik. Pada skenario ini paradoks dan anarkisme di sektor kesehatan akan berkurang.
Skenario B
Mengubah sistem pelayanan kesehatan. Terjadi peerubahan cara praktik dokter spesialis. Dokter menyadari bahwa model pasar bebas dengan keleluasaan praktik harus diakhiri. Akan tetapi, asuransi kesehatan yang diikuti adalah yang komersial, karena UU SJSN tidak berjalan. Sumber pendanaan dari asuransi dan jaminan social tidak dapat diandalkan.
Skenario C
Skenariop ini merupakan skenario yang paling buruk, dimana keadaan struktur kesehatan semakin tidak mengenal pemerataan dan tidak menginginkannya adanya standarisasi. Intervensi pemerintah di sector kesehatan yang didominasi sektor pasar gagal. UUPK dan UU SJSN hanya menjadi di atas kertas tanpa ada bukti pelaksanaannya. Terdapat gap antara dokter yang kaya dengan yang miskin. Dokter tidak menyetujui standarisasi.
Skenario D
Ideologi dan budaya tidak dapat diubah. UUPK ditolak dalam pelaksanaannya. Sebagian dokter tidak menyetujui standarisasi sistem. Namun UU SJSN masih dapat diaplikasikan dengan berbagai peraturan pemerintah yang tersusun dengan baik. Pemerintah dapat mendanai jaminan sosial untuk kesehatan. Dalam pelaksanaannya sistem jaminan asuransi sosial dapat menarik sebagian dokter untuk bekerja dengan standar uang ada, dengan pendapatan yang lebih kecil dibanding dokter yang bekerja di jalur bebas.
Berdasarkan skenario di atas, ada kemungkinan sektor kesehatan Indonesia semakin mendekati situasi paradoks dan anarkisme sesuai dengan skenario C. Tantangan yang dihadapi bagaimana mengurangi risiko ke skenario terburuk. Dipandang dari ilmu pengetahuam, salah satu cara untuk mengurangi probabilitas kearah paradoks dan anarkisme adalah dengan mempelajari dan menerapkan ilmu kebijakan dan ilmu manajemen (Health Policy and Management/Administration) di sektor kesehatan.
Ilmu kebijakan dipergunakan untuk mengembangkan hubungan antara pemerintah dan swasta, mengkaji distribusi kewenangan dan tanggung jawab antar berbagai pemerintah, mempelajari hubungan kebijakan dan pelaksanaannya, membahas ideologi kebijakan, sampai memperdebatkan reformasi kesehatan sehingga dapat membantu terlaksnanya UUPK dan UU SJSN (Humas UGM)