Pakar Administrasi Negara dan Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, menilai penghapusan dan perampingan lembaga yang tidak benar-benar dibutuhkan merupakan hal yang wajar, terutama apabila memang tujuannya adalah untuk efisiensi dan peningkatan kinerja pemerintah. Namun, keabsahan dan legitimasi dari kebijakan penghapusan, pembubaran, atau penggabungan beberapa lembaga itu sangat tergantung kepada dasar pembentukan dari lembaga itu sendiri.
Sebab ada lembaga yang memang dibentuk melalui amanat konstitusi, tetapi ada yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden, atau bahkan Peraturan Menteri dan Peraturan Kepala Daerah. Adapun untuk lembaga yang dibentuk melalui UU dan fungsinya masih sangat strategis seperti OJK, KPK, KPU, atau KPPU, Presiden memang tidak bisa membubarkan secara sepihak.
“Ada begitu banyak lembaga yang dibentuk dengan PP, Perpres, dan otoritas eksekutif yang relatif mudah dihapuskan jika Presiden sebagai otoritas eksekutif tertinggi menghendakinya,” kata Wahyudi menanggapi rencana pemerintah menghapus 18 lembaga negara, Kamis (16/7).
Menurutnya, alasan efisiensi dan kinerja pemerintahan sebagai pertimbangan memang bisa dijadikan landasan penghapusan lembaga ini. Ketika pendapatan pemerintah cenderung turun drastis dan pemerintah harus berjibaku menangani wabah Covid-19 sekarang ini, pemerintah harus tegas untuk melakukan realokasi anggaran supaya Indonesia bisa keluar dari ancaman resesi berkepanjangan.
“Jika belanja pegawai bisa dikurangi dengan menghilangkan lembaga dan satuan-satuan yang tidak diperlukan, APBN akan lebih terfokus dan efektif untuk penanggulanan wabah,” katanya.
Untuk menghapus lembaga-lembaga yang dibentuk melalui UU, katanya, seyogyanya Presiden berkonsultasi atau meminta persetujuan DPR. Tetapi sekarang ini memang mayoritas parpol dan anggota parlemen di DPR memang sudah mendukung kebijakan pemerintah. Itulah sebabnya Presiden mewacanakan untuk melebur kembali OJK, atau mungkin lembaga-lembaga lain yang dibentuk dengan UU.
“Tetapi saya memperkirakan bahwa untuk lembaga-lembaga strategis semacam ini tentu akan banyak resistensi, kritik, atau penolakan dari DPR maupun dari publik,” ujarnya.
Sebagian dari keberadaan lembaga, terutama yang strategis dan pembentukannya didukung dengan visi kebijakan publik yang baik, memang sangat mendukung pencapaian tujuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Tetapi menurutnya memang ada sebagian yang bahkan sejak pembentukannya tidak berperan secara signifikan karena berbagai macam faktor penyebab. Ia menyebutkan KPK,OJK dan KPPU, misalnya, termasuk lembaga strategis yang di awal pembentukannya sangat penting. Meski dalam perkembangannya tidak selalu memuaskan khalayak. Sementara lembaga-lembaga yang dibentuk melalui peraturan di wilayah otoritas eksekutif lewat PP, Perpres, Inpres sangat banyak.
“Sebagian diantaranya ternyata saling tumpang-tindih dalam peranan mereka,” imbuhnya.
Menurutnya, mekanisme pembubaran untuk lembaga-lembaga di bawah otoritas presiden bisa dilakukan dengan mengeluarkan PP, Peraturan Presiden, atau Instruksi Presiden. Soal efektivitas kinerja sebuah lembaga dibentuk hingga akhirnya kemudian dibubarkan menurutnya sangat tergantung kepada komitmen dan konsistensi pemerintah dalam memfungsikan, kapasitas kepemimpinan lembaga, serta dukungan publik terhadap lembaga tersebut.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo berencana membubarkan 18 lembaga dalam waktu dekat. Pernyataan Jokowi soal pembubaran tersebut disampaikannya pada kepada wartawan di Istana, Senin (13/7). Rencana ini disebut untuk menghemat anggaran negara. Namun, lembaga negara yang akan dibubarkan itu belum disebutkan Jokowi secara detail.
Penulis : Gusti Grehenson