• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Memahami Posisi Indonesia dalam Sengketa Laut China Selatan

Memahami Posisi Indonesia dalam Sengketa Laut China Selatan

  • 19 Juli 2020, 06:52 WIB
  • Oleh: Satria
  • 10989
Memahami Posisi Indonesia dalam Sengketa Laut China Selatan

Pusat Studi Sumber Daya dan Teknologi (PUSTEK) Kelautan UGM kembali menggelar Bincang Kelautan : Masterclass Maritime Disputes untuk edisi ke-6 pada Jumat (17/7) secara daring. Bincang-bincang kali ini mengangkat tema “Memahami Sengketa Laut China Selatan : Perspektif Hukum Internasional dan Geopolitik Kawasan”. Untuk membedah tema tersebut, Pustek Kelautan UGM mengundang H.E. Arif Havas Oegroseno, Dubes Indonesia untuk Republik Federasi Jerman.

Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng. D.Eng., IPU., ASEAN Eng., Rektor UGM, dalam sambutannya menyatakan tema ini menjadi penting untuk dibahas mengingat laut memang menjadi sumber kehidupan bangsa kita. Utamanya, ia menyebut untuk lautan yang menjadi batas maritim antar negara.

“Batas maritim suatu negara berpotensi menimbulkan konflik jika belum jelas. Hal itu karena hukum internasional dan geopolitik kawasan yang melingkupinya dianut secara berbeda bagi masing-masing negara,” terangnya.

Havas membenarkan pendapat Panut tersebut. Untuk kasus Laut China Selatan, ia menyebut ada 6 negara yang memperebutkannya, yakni Brunei, China, Malaysia, Filipina, Taiwan RRC, dan Vietnam. Hal ini menjadikannya sebagai sengketa kedaulatan yang melibatkan lebih dari dua pihak. “Masing-masing pihak mengajukan masing-masing klaimnya terhadap kedaulatan di Laut China Selatan,” ungkapnya.

Sementara itu, Havas menjelaskan bahwa Indonesia selama ini tidak mengajukan klaim. Selama ini menurutnya, Indonesia menghormati hukum laut internasional dan hanya menegaskan rule of law. “Sejak dahulu kita telah mengajukan berbagai dasar hukum ke PBB terkait batas-batas kedaulatan maritim negara kita dan kala itupun China tidak mengajukan protes sama sekali,” ungkapnya.

Akan tetapi pada tahun 2009, China memublikasikan peta 9-dashed-line melalui Nota Diplomatik China ke PBB. Empat negara, yakni Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Filipina mengajukan protes melalui Nota Diplomatik ke PBB.

Nota Diplomatik yang diajukan Indonesia berisi penegasan Indonesia bukan negara pihak dalam sengketa Laut China Selatan. Lalu, pulau, batuan, karang di Spratly tidak memiliki ZEE atau landas kontinen. Terakhir, penolakan 9-dashed-line. Havas menyebut posisi Indonesia, seperti yang telah dirinya sebut sebelumnya, yakni hanya menegaskan rule of law dalam hubungan Internasional.

Lebih lanjut, dinamika  semakin memburuk karena kekuatan ekonomi China yang semakin besar yang menyebabkan terjadinya rivalitas dengan AS. Dengan hal itu, Havas menyebut peluang untuk menyelesaikan sengeketa Laut China Selatan semakin sulit, terlebih karena melibatkan lebih dari dua negara.

Dalam kondisi ini, Havas menyarankan daripada memaksakan diri untuk penyelesaian sengketa lebih baik mengubah strategi menjadi pengelolaan sengketa. “Penyelesaian menjadi tidak mungkin karena kedua pihak saling tumpang tindih klaimnya. Pengelolaan sengketa lebih mudah dicapai terlebih untuk menghindari konflik antara AS-China yang tengah dalam strategic rivalry,” terangnya.

Terakhir, Havas menyebutkan dengan mengusung pengelolaan sengketa, kebijkan pembangunan 5 pilar di Natuna dapat terus dilakukan. Selain itu, dalam strategic rivalry US-China, Indonesia tidak perlu memilih kubu dan tetap bisa berkerja sama dengan keduanya dalam perdagangan. “Bahkan Indonesia bisa menjadi peace facilitator antara kedua kubu melalui trilateral strategic dialogue,” pungkasnya.

Penulis: Hakam

Berita Terkait

  • Membedah Polemik Laut Tiongkok Selatan

    Friday,24 June 2016 - 13:13
  • Pusat Studi Asean Diminta Kaji Soal Sengketa Laut Cina Selatan

    Monday,16 December 2019 - 17:22
  • Banyak Kesalahpahaman tentang Insiden Kapal Cina di Natuna

    Tuesday,07 January 2020 - 12:09
  • Pemerintah Hidupkan Poros Maritim, Prodi Kemaritiman Perlu Ditambah

    Friday,07 November 2014 - 20:17
  • Teliti Budidaya Rumput Laut, Muh. Irfan Raih Doktor

    Wednesday,17 September 2014 - 11:40

Rilis Berita

  • Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Pers Harus Independen 09 February 2023
    Kondisi saat ini memperlihatkan banyak persoalan yang sedang dialami insan pers. Terlebih menghad
    Agung
  • Psikolog UGM Bagikan Tips Atasi People Pleaser 09 February 2023
    People pleaser menjadi istilah yang kerap digunakan masyarakat untuk melabeli seseorang yang tida
    Ika
  • FH UGM Gelar Konferensi Internasional Soal Problem Hukum di Era Pasca Pandemi 09 February 2023
    Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menggelar konferensi intern
    Gusti
  • UGM Jamin Tidak Ada Mahasiswa Berhenti Kuliah Karena Persoalan Biaya 09 February 2023
    Universitas Gadjah Mada berkomitmen mendukung para mahasiswa untuk dapat menjalani perkuliahan hi
    Satria
  • Pukat UGM Sesalkan Kemunduran Pemberantasan Korupsi di Indonesia 08 February 2023
    Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kur
    Gusti

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual