Pandemi Covid-19 telah membawa banyak perubahan dalam lanskap strategi perbankan nasional. Mereka pun berlomba untuk bertahan dengan menjalankan sejumlah strategi. Namun begitu, pengembangan ekosistem digital dianggap sebagai salah satu solusi mempertahankan keberlanjutan sebuah perbankan. Hal itu mengemuka dalam Seminar Daring Business Leadership Series bertajuk New Challenges in Banking and Financial Institution During and Post Covid-19, Selasa (21/7).
Seminar Daring yang diselenggarakan Keluarga Alumni Magister Managemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM (Kafegama MM) menghadirkan beberapa orang pembicara diantaranya Abdullah Firman Wibowo, Direktur Utama BNI Syariah dan Direktur Tresuri Bank Panin, Gunawan Santoso.
Direktur Utama BNI Syariah, Abdullah Firman Wibowo, mengatakan kondisi pandemi Covid-19 sudah mengubah perilaku nasabah dari cara konvensional ke mobile banking. Oleh karena itu, pengembangan ekosistem digital di sebuah perbankan menjadi sebuah kensicayaan. Hal itu pun dilakukan oleh BNI Syariah. ”Kit sudah menyiapkan uang elektronik dan beberapa aplikasi,” katanya.
Menurut Abdullah, menghadapi pandemi Covid-19 harus siap dengan perubahan. Ada tiga nilai dari perubahan, yakni adaptasi, adopsi, dan kolaborasi. Ia memaparkan pembangunan ekosistem digital di era pandemi Covid-19 juga diikuti dengan sejumlah langkah, seperti tetap menerapkan protokol kesehatan, transaksi pemasaran digital, work from home (WFH), split and partial operation, serta berusaha menjaga kualitas aset ketimbang pertumbuhannya.
Meskipun demikian, ia juga tidak menampik terjadi paradoks dalam perbankan syariah di Indonesia. Jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 87 persen atau 209 juta, tetapi perekonomian syariah tidak masuk lima besar. “Di Indonesia ada market share enam persen, jauh di bawah perbankan konvensional,” ucapnya.
Literasi perbankan syariah Indonesia hanya delapan persen dan tingkat inklusi 9,1 persen. Faktor eksternal juga memengaruhi pertumbuhan perbankan syariah. Ia menyebutkan permodalan di perbankan syariah lebih kecil sedangkan ongkos pendanaan lebih tinggi dalam menggali dana pasar.
Nasabah perbankan syariah biasanya masyarakat kelas dua. “Artinya, secara keuangan perbankan syariah berhadapan dengan risiko kredit yang mengakibatkan pertumbuhan laba tidak optimal,” paparnya.
Sementara, Direktur Tresuri Bank Panin, Gunawan Santoso, mengatakan sebelum pandemi Covid-19, perbankan sudah mengalami banyak tantangan yang membuat pengelola perbankan mengubah cara berpikir para pelakunya. “Kami berhadapan dengan anak-anak milenial, yang cara berpikirnya mudah dan simple, berhadapan dengan fintech dan start up yang secara signifikan mendisrupsi dunia perbankan, mudah memberikan kredit ketimbang perbankan konvensional,” tuturnya.
Salah satu strategi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya adalah perbankan akhirnya bekerja sama dengan marketplace online. Ia mengungkapkan pandemi Covid-19 mempercepat tantangan yang dari dulu dihadapi, seperti percepatan transaksi online. “Dulu orang melakukan pembayaran datang ke bank, sekarang hal itu tidak perlu lagi,” jelasnya.
Ia menilai pandemi Covid-19 membuat ketidakpastian meningkat. Tidak pernah ada yang tahu kapan berakhir dan sejauh mana. Oleh karena itu, di tengah situasi ini likuiditas dan cash menjadi skala prioritas bagi nasabah.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : digination.id