![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/2807201595900098415164696.jpg)
Universitas Gadjah Mada menegaskan komitmennya menjadi kampus inklusi yang ramah bagi penyandang disabilitas. Komitmen ini dibuktikan dengan menerima mahasiswa dari kalangan disabilitas dan mengembangkan pembelajaran yang ramah disabilitas.
“UGM sudah inklusif, dengan menerima semua anak terbaik bangsa baik dari terluar, terdalam, terdepan, keluarga kurang mampu dan juga difabel,” jelas Wuri Handayani, SE., Ak., M.Si., M.A., Ph.D, Ketua Pokja Pembentukan Layanan Unit Disabilitas, saat bincang-bincang dalam UGM Update yang mengangkat tema Menguatkan UGM Sebagai Kampus Inklusif, Selasa (28/7).
Wuri mengatakan komitmen tersebut semakin dipertegas kembali saat perayaan Dies Natalis UGM ke-70. Dalam pidato dies, Rektor UGM menyampaikan bahwa universitas akan lebih memperkuat komitmen mewujudkan pendidikan inklusi kepada semua disabilitas.
“Komitmen UGM sebagai kampus inklusif sudah masuk ke dalam salah satu renstra,”jelas dosen FEB UGM ini.
Salah satu bentuk komitmen tersebut juga diwujudkan dengan akan segera didirikannya unit layanan difabel (ULD) pada tahun 2020. Unit tersebut akan memberikan pelayananan dan dukungan akses bagi mahasiswa maupun calon mahasiswa difabel. Pembentukan ULD ini sekaligus untuk memenuhi amanat UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Wuri menjelaskan sebelum terbentuk ULD, Pokja Pembentukan Layanan Disabilitas bertugas memberikan fasilitasi bagi sivitas akademika termasuk mahasiswa difabel di UGM serta mendorong kebijakan universitas yang inklusif. Selain itu, juga menyiapkan pembentukan ULD di UGM.
“ULD ini fokus memberikan layanan dan dukungan akses bagi sivitas UGM baik dosen, tendik, dan mahasiswa serta masayarakat luar yang perlu informasi,”terangnya,
Salah satu mahasiswa disabilitas netra, Tio Tegar, mengungkapkan UGM cukup berpihak terhadap mahasiswa difabel. Salah satunya dengan pendirian Unit Kegiatan Mahasiswa Peduli Difabel pada tahun 2013 silam. Lalu, membentuk Pokja Pembentukan Layanan Disabilitas pada September 2019 untuk menyiapkan ULD.
“Dari sini bisa dilihat bagaimana keberpihakan UGM terhadap difabel, dari aspek kebijakan pimpinan universitas cukup berpihak pada difabel,”papar mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2016 ini.
Dia mengatakan UGM cukup terbuka pada mahasiswa difabel. Dia mencontohkan dari pengalaman pribadinya saat menjalani kuliah.
“Saat meminta kebijakan ke fakultas memberikan akomodasi saat UTS dan UAS, fakultas memfasilitasi,”ungkapnya.
Namun demikian, masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan UGM, terutama terkait aksesibilitas fisik bagi difabel. Pasalnya, masih ada tempat-tempat yang belum aksesibel bagi difabel.
Sementara itu, salah satu mahasiswa tuli dari Magister Manajemen FEB UGM, Nathania Tifara, mengungkapkan komitmen UGM terhadap penyandang disabilitas sudah terlihat. Ia menyampaikan pesan kepada mahasiswa maupun calon mahasiswa difabel untuk terbuka akan kekurangan dan kebutuhannya sebagai penyandang disabilitas kepada universitas. Dengan begitu, universitas dapat mengetahui kebutuhan dan memberikan dukungan akses bagi mahasiswa difabel.
“Usahakan terbuka soal kekurangan dan kebutuhan dengan akademisi dan teman mahasiswa,” ujarnya.
Dia juga berpesan kepada para penyandang disabilitas untuk bisa percaya diri. Sebab, keterbatasan fisik bukan menjadi penghalang untuk mencapai kesuksesan. “Semua orang bisa sukses dan difabel bukan jadi halangan untuk meraih kesuksesan,”pungkasnya.
Penulis: Ika