Kampung Markisa Bluyahrejo, Karangwaru, Tegalrejo, Yogyakarta mengembangkan pertanian perkotaan. Di atas lahan seluas ±4.500 m², masyarakat Kampung Markisa Blunyahrejo menjadikan pertanian perkotaan dan budi daya lele cendol sebagai salah satu sumber ekonomi.
Tidak hanya tanaman sayur seperti sawi (jenis dakota, caisim, pakcoy), kenikir, kangkung, bayam, dan jagung, masyarakat Kampung Markisa bekerja sama dengan PIAT UGM juga mengembangkan tanaman buah dan empon-empon.
Selain itu, kampung inipun melakukan pengolahan sampah organik yang diolah menjadi pakan lele di kolam budi daya lele cendol miliknya.
“Sejak bulan Februari kami sudah mempersiapkan lahan kosong ini agar bisa ditanami, kami mendapatkan bantuan benih sayuran dan bahan tanam, dan sekarang kami bisa panen perdana,” ujar drh. Pratita, Ketua Rukun Kampung Blunyahrejo, Selasa (4/8) saat kegiatan panen raya perdana.
Pratita menjelaskan bertempat di tepi Sungai Buntung, lokasi ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian produktif sekaligus menjadi simbolisme terbentuknya Sistem Pertanian Perkotaan Terintegrasi Berwawasan Lingkungan. Ia berharap upaya ini bisa menjadi pertanian yang besar dan mandiri sehingga bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, M.A., yang turut hadir dalam panen perdana memberikan apresiasi atas pencapaian Kampung Markisa. Menurutnya, Sistem Pertanian Perkotaan bisa dikembangkan di tempat-tempat lain.
“Pertama, akan segera dibuat Master Plan bagaimana Blunyahrejo bisa menjadi satu kawasan yang terintegrasi, mulai dari pertanian, peternakan, ekonomi, edukasi, serta kesenian dan kebudayaan,” ujanya.
Ia berharap model ini bisa direplikasi di seluruh kota Yogyakarta sehingga Jogja bisa mandiri sayur. Selain itu, dalam pengembangannya bisa kemudian membuat model paket wisata ‘Jajah Kampung’ bekerja sama dengan hotel-hotel yang ada di sekitar Yogyakarta agar wisatawan bisa masuk ke kampung-kampung yang ada di kota Jogja.
”Saya berharap semuanya saja untuk tetap tekun dan serius serta menjadikan lingkungan perkotaan guna mewujudkan ketahanan pangan, terlebih dalam keadaan wabah seperti ini,” ucapnya.
Dr. Ir. Taryono, M.Sc, Kepala PIAT UGM, mengatakan pertumbuhan jumlah penduduk dan arus urbanisasi yang sulit dikendalikan menjadikan alih fungsi lahan pertanian di kawasan perkotaan menjadi lahan industri, komersial, maupun pemukiman. Alih fungsi tersebut semakin meningkat yang berakibat berkurangnya lahan pertanian dan menjadikan ancaman bagi ketahanan pangan di kawasan perkotaan.
Kondisi ini tentunya mendorong pemerintah dan masyarakat di kawasan perkotaan mencoba untuk memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri serta memperbaiki kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang sehat dan berkualitas. Salah satu fenomena yang saat ini sedang naik daun di kalangan masyarakat adalah pertanian perkotaan dengan memanfaatkan keterbatasan lahan.
“Pertanian perkotaan ini merupakan salah satu kunci pembangunan sistem pangan masyarakat kota yang berkelanjutan. Jika dirancang secara tepat, hal ini dapat mengatasi masalah kerawanan pangan,” katanya.
Menurut Taryono, pertanian perkotaan tidak hanya pada bidang tanaman hortikultura. Pertanian ini bisa juga diintegrasikan dengan budi daya ikan air tawar, peternakan ataupun bidang-bidang lain melalui pemanfaatan pekarangan, lahan-lahan kosong guna menambah gizi, meningkatkan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga.
Koordinator Lapangan Bidang Pertanian, Rahmi Sri Sayekti S.P., M.Sc, menambahkan kerja sama dalam pengembangan pertanian perkotaan ini ditandai dengan pemberian dan penyaluran bantuan benih sayuran serta media tanam oleh PIAT UGM pada bulan Juni lalu. PIAT UGM dalam hal ini memiliki misi mengimplementasikan teknologi inovatif yang bermanfaat bagi masyarakat, pemerintah, swasta dan akademisi, serta turut mendukung terbentuknya sistem pertanian perkotaan terintegrasi di Yogyakarta.
“Kampung Markisa Blunyahrejo menjadi pilot project bagi PIAT untuk program bank sayur. Kami memberikan pendampingan mulai dari masa tanam, panen, hingga pemasaran lanjutan bagi sayuran yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : PIAT UGM