Pusat Studi Energi (PSE) UGM pada tahun ini diberi kepercayaan menjadi Pusat Unggulan Iptek-Perguruan Tinggi (PUI-PT) oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
PUI-PT dengan nama Microalgae Biorefinery atau Center of Excellence for Microalgae Biorefinery ini memiliki fokus untuk mengembangkan energi terbarukan dari mikroalga.
“Para peneliti bidang mikroalga di PSE UGM bekerja sama dengan Fakultas Biologi dan Fakultas Teknik UGM telah lama melakukan eksplorasi untuk menyingkap rahasia tumbuhan yang berukuran mikro,” papar Dr. Deendarlianto, Kepala PSE UGM, Jumat (7/8).
PSE UGM sendiri selama ini dikenal memiliki karya akademik yang monumental. Deendarlianto menambahkan, meski PSE UGM memiliki konsentrasi di bidang energi terbarukan dari mikroalga, namun tetap terbuka kemungkinan eksplorasi untuk bidang pangan fungsional dan pakan.
“Karena dengan konsep multiproduk atau biorefinery ini akan didapat keuntungan yang memadai,” ucapnya.
Direktur PUI-PT Microalgae Biorefinery, Prof. Dr. Arief Budiman, menyampaikan para peneliti bidang mikroalga telah melewati fase penelitian akademik dan penelitian inovatif sehingga sudah saatnya PSE menjadi pusat unggulan iptek yang mendukung Science and Technology Campus (STC) di UGM.
Di bidang energi terbarukan, para peneliti telah berhasil mengembangkan biodiesel dari mikroalga yang merupakan biodiesel generasi ketiga. Biodiesel generasi pertama adalah biodiesel dari minyak sawit yang dalam hal ini menurutnya akan berbenturan dengan kepentingan pangan.
Demikian pula biodiesel generasi kedua yang berasal dari minyak non-pangan. Minyak jarak misalnya, mempunyai kelemahan karena tanamannya merusak hara tanah.
“Keunggulan mikroalga adalah bisa ditanam dengan media air laut ataupun air tawar yang dengan mudah dijumpai di Indonesia,” jelas Arief.
Lebih lanjut ia menjelaskan, peneliti mikroalga juga berhasil mengembangkan bio-crude oil. Minyak mentah atau crude oil yang sekarang diolah menjadi BBM berasal dari jasad renik tumbuhan dan hewan yang sudah mati, yang selanjutnya terbawa air dan mengendap di dasar laut ribuan tahun, sebelum akhirnya berubah menjadi minyak mentah.
Tim peneliti mikroalga, terangnya, berhasil mengubah mikroalga menjadi semacam minyak mentah atau bio-crude oil hanya dalam waktu 3 jam.
“Artinya untuk membuat minyak mentah tidak perlu waktu ribuan tahun, tetapi cukup dalam hitungan jam dengan teknologi hydrothermal liquefaction atau HTL,” kata Arief.
PUI-PT ini mempunyai fasilitas kultivasi mikroalga dengan kapasitas penuh 100.000 liter di Nogotirto Algae Park, Yogyakarta.
Di tempat ini, mikroalga dikembangkan menjadi berbagai macam produk dengan konsep biorefinery, tidak hanya untuk keperluan energi terbarukan tetapi juga untuk pangan dan pakan mengingat mikroalga mempunyai kandungan protein yang tinggi serta komponen aktif yang dibutuhkan manusia.
Selain diambil produknya, keuntungan lain pengembangan mikroalga adalah kemampuannya menyerap emisi CO2 lebih efisien.
“Mikroalga atau dikenal dengan ganggang mikro merupakan tanaman khlorofil yang bisa hidup di seluruh perairan di Indonesia. Dalam berfotosintesis, tanaman ini mampu menyerap CO2 dan memfiksasi 10-50 lebih efisien dibanding tumbuhan lain,” terang Dr. Eko Agus Suyono selaku Manager Kultivasi.
Penulis: Gloria