![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/1108201597149451556967818.jpg)
Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah memastikan industri media akan mendapat sejumlah insentif guna mengatasi ancaman penutupan perusahaan pers dan pemutusan hubungan kerja. Insentif akan diberikan dalam beberapa bentuk, mulai dari penghapusan pajak untuk kertas koran, penangguhan beban listrik, penghapusan pajak penghasilan, penangguhan kontribusi BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan untuk industri pers dan industri lainnya melalui Keppres hingga pengalihan anggaran iklan untuk media lokal.
Nyarwi Ahmad, Ph.D, dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM, mengatakan media didukung ataupun tidak tetaplah sebagai pilar demokrasi. Ia tetap berfungsi sebagai watch dog yaitu memperbaiki kinerja pemerintah dan para pimpinan yang bekerja di pemerintahan.
Menurutnya, di tengah pandemi Covid-19 ini peran media sangat penting. Terlebih di saat masyarakat menerima berlimpah informasi soal Covid-19 yang sebagian besar tidak akurat.
“Disini sangat penting media untuk disupport. Ia bisa menjadi mitra pemerintah membantu mengatasi problem yang tengah dihadapi bersama, dan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mensupport media,” ucapnya, Selasa (11/8) di Kampus UGM.
Soal insentif ini, Nyarwi mengakui tidak menutup kemungkinan penilaian banyak pihak. Dimungkinkan saja ada pihak menilai soal pemberian insentif ini sebagai upaya kooptasi pemerintah pada media.
Meski bisa disalahartikan, menurut Nyarwi, dalam kondisi sekarang ini pemerintah punya tanggung jawab untuk menyelamatkan media. Meski mendapat insentif dari pemerintah, ia meyakini media tetap menjalankan prinsip-prinsip jurnalistik.
“Disitulah arti penting keberadaan dan peran asosiasi-asosiasi wartawan seperti AJI, PWI dan lain-lain. Mereka tetap mengontrol masih tidaknya para jurnalis menjalankan fungsinya dengan baik,” paparnya.
Soal dikooptasi atau tidak, kata Nyarwi, bisa juga dilihat dari produk jurnalistik yang dihasilkan. Sejauh tidak melanggar prinsip-prisnip jurnalistik, tidak masalah soal pemberian insentif ini.
Menurutnya, jika media kolaps siapa yang akan bertanggung jawab. Bagaimanapun media punya tangung jawab menyampaikan fakta dan data berupa informasi akurat pada publik.
“Saya kira media juga punya tangung jawab merespons terhadap krisis covid ini. Ia menjalankan pilar keempat demokrasi dan punya tanggung jawab menyampaikan informasi publik secara akurat, dan kita tidak bisa mengandalkan platform sosial media, di tengah persoalan hoax yang terus terjadi, disinformasi yang menyesatkan publik menyangkut penanganan covid dan lain-lain,” terangnya.
Nyarwi menandaskan tidak perlu mengkhawatirkan soal insentif ini, sebab media memiliki mekanisme dan ada Dewan Pers serta LSM yang senantiasa mengawasi perannya.
“Dengan memberi insentif bukan berarti pemerintah punya hak mengintervensi, itu tidak bisa dilakukan karena ada UU Pers Tahun 1999,” jelasnya.
Octo Lampito, Pimpinan Redaksi Kedaultan Rakyat, menilai pemberian insentif pemerintah kepada industri media sebagai langkah yang tepat. Menurutnya, kebijakan ini mestinya kemarin-kemarin dilakukan karena industri media cetak dan semuanya saja saat ini betul-betul dalam kondisi tertekan.
“Dalam kondisi sekarang ini, iklan berkurang dan berlangganan koran atau membeli koran menjadi prioritas kesekian,” katanya.
Industri media layak mendapat insentif di tengah pandemi Covid-19, sebab media membantu pemerintah dengan selalu memberi informasi-informasi akurat di tengah maraknya pemberitaan-pemberitaan hoax. Tidak sedikit hoax dan bad news di tengah pandemi Covid-19, dan media mainstream dengan sangat gamblang menjelaskan kebenaran yang terjadi.
“Toh insentifnya juga bukan uang, tapi keringanan pajak, iklan lokal dan bpjs, dan memang sangat berat media saat ini. Beberapa koran harian sudah mengurangi halaman dan meniadakan edisi Minggu. Mengurangi halaman adalah salah satu cara bertahan dalam situasi saat ini,” ujarnya.
Octo berpendapat akan keliru menilai jika pemberian insentif sebagai upaya pemerintah mengkooptasi media. Dengan pemberian insentif bukan berarti media tunduk, industri media bagaimanapun memiliki kemandirian.
“Kita kerja bener maka kita dibantu, kita tetap menyampaikan hal-hal yang sebenarnya. Bukan kayak platform medsos yang miring-miring itu. Karena situasi saat ini yang sangat dibutuhkan adalah berita-berita yang benar bukan menyesatkan, apalagi menakut-nakuti, semua media dunia mengalami situasi tertekan, di Amerika, Perancis dan lain-lain sebagian sudah tutup. Jadi, bukan hanya di Indonesia, kondisi ini sangat memprihatinkan banyak media dunia kukut,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Alinea.ID