Guru Besar Pariwisata UGM, Prof. Dr. Janianton Damanik yang juga Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM menegaskan kunci kebangkitan pariwisata Jogjakarta di tengah pandemi Covid-19 tidak lagi terletak pada keunikan maupun daya tarik destinasi wisata. Kunci kebangkitan tersebut justru pada kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan yang saat ini tengah menjadi motor dan media promosi yang paling ampuh bagi dunia pariwisata.
“Kita tidak bisa lagi mengandalkan destinasi unik ini atau itu. Kalau kita ingin membangkitkan pariwisata Jogja, yang harus kita dorong adalah mesin utamanya yaitu memastikan kita sangat taat pada protokol covid ini. Ini peluang paling besar,“ ujar Janianton Damanik dalam webinar Strategi Bangkitkan Wisata Jogja di Tengah Pandemi Covid-19, Kamis (6/8).
Webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Wakil Walikota Jogja, Heroe Purwadi, Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran(PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, dan Ketua HIPPI DIY, Dr. Sarbini.
Menurut Janianton, jika di tengah masyarakat terlihat kepatuhan yang tinggi, apalagi di pihak yang menjalankan usaha pariwisata, maka pasar pun akan segera datang. Market saat ini masih menunggu.
“Kalau kita bisa membuat trust (kepercayaan) pada pasar bahwa kita taat menjalankan protokol kesehatan sehingga mereka yang datang ke Jogja itu aman, nyaman dan terjaga kesehatannya, maka tinggal nunggu waktu, pariwisata Jogja pasti segera bangkit,“ tuturnya.
Sebaliknya, katanya, mau bagaimana kampanye dilakukan dan upaya promosi, tapi jika masyarakat belum commply (patuh) dengan standar clean, healthy and safety, maka tidak akan berhasil. Kepercayaan pasar sangat tergantung kepada penerapan standar itu.
“Health is a King, dan itu berlaku pada priwisata kita saat ini. Kalau ini terjadi, hanya tinggal tunggu pasar datang,” jelasnya.
Untuk itu, Anton memberikan apresiasi yang sudah dilakukan Pemerintah DIY maupun Pemkot Jogja yang sudah memberikan perhatian soal ini. Jogja harus diberikan catatan sendiri dan apresiasi yang tinggi karena banyak event pemerintah untuk menyadarkan warga mengenai protokol kesehatan ini.
Sayangnya, kampanye atau ajakan itu masih sebatas imbauan sehingga belum optimal hasilnya. Hanya sebatas mengimbau sehingga tidak memiliki konsekuensi jika dilanggar.
“Saya belum ada info, misalnya ada orang datang ke pertemuan. Katakan ke mal, dicek, suhu badan tinggi, atau tidak cuci tangan atau tidak patuh dengan protokol kesehatan, kemudian diusir dari mal. Belum dengar kabarnya, jadi belum ada punishment yang tegas,“ paparnya.
Ia menyarankan agar punishment dan reward harus ada sehingga jika melanggar kesepakatan harus mendapat sanksi. Hal ini, menurutnya, bisa membuat citra Jogja menjadi jauh lebih bagus dan sangat promotif, sekaligus menjadi alat promosi yang luar biasa bagi market pariwisata Jogja.
“Market wisata saat ini sedang wait and see. Apa yang sudah dilakukan pemkot Jogja bagus dan tepat saat menolak bus dari luar kota yang tidak patuh dengan protokol kesehatan. Pak Wawali tadi mengatakan, kalau ada bus dari luar tidak ada jaminan kesehatan dan keamanan, kita tolak masuk. Ya memang kita harus proteksi warga, langkah tepat ini,” tandasnya.
Hal sama disampaikan Wakil Walikota Jogja, Heroe Purwadi. Menurutnya, kunci kebangkitan pariwisata Jogja hanya protokol kesehatan. Ketegasan pemerintah di DIY menegakkan aturan itulah yang kemudian mendapat apresiasi dari Presiden sehingga disebut sebagai terbaik dalam penanganan Covid-19.
“Nilai terbaik itulah yang mendorong orang lantas ingin datang ke Jogja. Kebijakan kita memang bus itu boleh saja datang, tapi berikan jaminan keamanan dan kesehatan kepada kita. Kepada pihak hotel, restoran, pedagang, warung-warung kalau tidak bisa memberikan jaminan keamanan dan kesehatan kepada kita, ya kita tolak. Parkir-parkir kita juga menolak mobil-mobil dan tidak menerima mereka yang tidak memberikan jaminan keamanan kepada kita,“ ucap Heroe.
Heroe menambahkan, ada sekitar 40-45 bus atau mobil yang ditolak karena tidak memberikan jaminan untuk menjalankan protokol kesehatan. Aturan seperti itu sudah sejak awal diterapkan.
“Datanglah dengan jaminan yang membuat kita aman. Ketika banyak yang tidak memberikan jaminan kesehatan dan keamanan ke Jogja ya kita tolak,” tambahnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : tirto.id