Pada tahun 2050, 68 persen populasi dunia diperkirakan tinggal di daerah perkotaan. Dengan urbanisasi yang cepat ini, pembangunan berkelanjutan semakin bergantung pada kemampuan mengelola pertumbuhan perkotaan. Namun, perkembangan cepat ini memunculkan risiko, baik secara lokal maupun global. Tahun 2020 ini, krisis pangan dan air diidentifikasi sebagai dua risiko yang berpotensi paling merusak dan paling mungkin terjadi untuk dekade berikutnya.
Untuk mengatasi risiko dampak urbanisasi dan ketahanan pangan, banyak pemerintah kota, termasuk Kota Makassar, intensif mengintegrasikan pengembangan pangan dan pertanian baru. Kota terbesar ke-5 di Indonesia tersebut kini telah memprakarsai pengembangan urban farming dengan mengeksplorasi pemanfaatan taman kota dalam lorong untuk mengatasi hal tersebut. Kota ini tengah berkembang pesat dan berusaha untuk menjadi kota kelas dunia yang layak huni.
Termotivasi oleh perkembangan di Kota Makassar itu, diinisiasilah sebuah penelitian yang mengintegrasikan inovasi mesin pembelajar (machine learning) dan big data pada urban farming di taman kota dalam lorong. Penelitian akan dilakukan dengan eksplorasi data lingkungan, energi dan lainnya serta pengembangan sistem sebagai komponen pembangun kota cerdas (Smart City). Penelitian ini menggabungkan prinsip Human Centered Design, jaringan sensor berbiaya rendah, mesin pembelajar serta optimasi dalam perancangan dan implementasi. Pengembangan urban farming akan diintegrasikan dengan energi terbarukan.
Penelitian transformatif ini dijalankan dalam kerangka sistemik ASEAN Smart Cities Partnership, dan Kota Makassar merupakan salah satu anggotanya, untuk memodernisasi kota-kota di Asia Tenggara. Program ini dijalankan melalui kemitraan strategis antara perguruan tinggi (University of Colorado Boulder, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung), Pemerintah Kota Makassar, US Department of State, Virginia Tech dengan pembiayaan dari National Science Foundation – Amerika Serikat. Penelitian akan berlangsung selama 2 tahun, yakni dari tanggal 15 Juli 2020 hingga 30 Juni 2022.
Dalam program ini UGM diwakili oleh Centre for Development of Sustainable Region (CDSR) yang berada dalam pengelolaan Pusat Studi Energi (PSE) yang diketuai Dr. Deendarlianto. Penanggung jawab dari Indonesia adalah Dr. Rachmawan Budiarto sebagai direktur CDSR. Bagi PSE UGM, pembiayaan ini merupakan salah satu wujud keberlanjutan hibah 3 tahun dari NSF yang baru saja selesai dijalankan oleh CDSR, yang di dalamnya antara lain terdapat University of Colorado Boulder dan Institut Teknologi Bandung sebagai anggotanya.
Berbagai hasil penelitian ini juga akan didiseminasikan ke kota-kota Asia lainnya melalui U.S. ASEAN Smart Cities Partnership. Tim peneliti juga akan mendiseminasikan hasil melalui jaringan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), yang mana Indonesia adalah anggota aktif dalam pengembangan Kota Model Rendah Karbon (Low Carbon Model Town).
Penulis: Hakam
Foto: Sulawesion.com