World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta melakukan pelepasan nyamuk di skala terbatas pada 2014 silam.
Warsito Tantowijoyo, Ph.D, Entomology Team Leader WMP Yogyakarta, memaparkan bahwa pelepasan skala terbatas nyamuk ber-Wolbachia di 4 dusun Kabupaten Sleman dan Bantul telah menunjukkan hasil yang baik.
“Hasil pelepasan menunjukkan bahwa nyamuk ber-Wolbachia mampu bertahan hidup di lingkungan alami dan berhasil berkembang biak. Saat ini, diperkirakan nyamuk ber-Wolbachia sudah mencapai 100 generasi yang berhasil berkembang biak. Hampir 100% keturunannya mengandung Wolbachia,” jelas Warsito.
Hal ini ia sampaikan dalam Webinar hasil pelepasan di skala terbatas dan analisis risiko pada Rabu (19/8) lalu, yang menjadi bagian dari Rangkaian Festival Inovasi Wolbachia bertajuk Sains untuk Kemanusiaan. Festival inovasi ini sendiri telah dimulai sejak (12/8) lalu.
Dari aspek analisis risiko, Prof Dr. Ir. Damayanti Buchori. M.Sc, Entomolog Institut Pertanian Bogor, menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan WMP Yogyakarta selama 30 tahun ke depan memiliki dampak negatif yang sangat kecil atau bisa diabaikan.
Dari hasil analisis dampak risiko yang dilakukan, ditemukan bahwa 98 persen pelepasan nyamuk ber-Wolbachia tidak menimbulkan risiko. Risiko ini dilihat dari beberapa aspek, seperti ekologi, ekonomi, sosio kultural, kesehatan, serta mosquito management efficacy.
“Kami melihat risiko ini dari dua komponen, yaitu peluang yang akan terjadi, dikali dengan konsekuensi. Kami mengidentifikasi dari berbagai kemungkinan,” jelasnya.
Setelah melepaskan nyamuk ber-Wolbachia pada skala terbatas, WMP Yogyakarta kemudian melakukan surveilans aktif dan pasif untuk memantau kasus demam berdarah di masyarakat. WMP Yogyakarta mengirim petugas pemantau kasus DBD di semua daerah yang disebari nyamuk ber-Wolbachia.
“Data dari surveilans aktif dan pasif menunjukkan bahwa ada penurunan kasus yang berarti dari tahun 2014 ke tahun 2017,” papar Epidemiologis WMP Yogyakarta, dr. Citra Indriani M.P.H.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Adi Utarini, Peneliti Utama WMP Yogyakarta, memaparkan strategi WMP Yogyakarta dalam melakukan pendekatan ke masyarakat.
Pendekatan awal yang dilakukan untuk mendapat consent dari warga adalah melalui persetujuan individual di beberapa daerah di Sleman. Selanjutnya, WMP Yogyakarta menggunakan persetujuan komunitas di daerah Bantul, dimana komunitas pada level Rukun Tetangga (RT) yang disasar.
“Saya kira semua peneliti sepakat bahwa permohonan persetujuan warga bukan sekedar prosedur administratif, dan juga bukan prosedur yang melindungi peneliti jika terjadi sesuatu. Saya yakin, peneliti akan memastikan setiap individu di masyarakat untuk mendapatkan informasi yang memadai, sehingga keputusan setuju atau tidaknya, ini berdasarkan pemahaman atas informasi yang lengkap,” terangnya.
Dalam talkshow ini, ia juga berbincang dengan perwakilan masyarakat penerima manfaat, yaitu Herman Budi Pramono, Kepala Desa Trihanggo, yang menceritakan pengalaman yang dialami warga Desa Trihanggo saat awal pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dilakukan di Dusun Kronggahan.
Meski sempat terjadi pro kontra di kalangan warga, sosialisasi yang dilakukan WMP Yogyakarta serta dukungan penuh dari pemangku wilayah membantu masyarakat memahami tujuan dari penelitian ini.
“Saya menjelaskan kepada warga, bahwa dengan berpartisipasi dalam penelitian ini, kita ini sudah ikut berjuang memerangi demam berdarah. Saat program ini berhasil maka kita setidaknya sudah berkontribusi bagi umat manusia di dunia,” cerita Herman saat meyakinkan warganya.
Hingga saat ini, masyarakat Dusun Kronggahan, Desa Trihanggo, sudah merasakan manfaat dari pelepasan nyamuk ber-Wolbachia. Kini, angka demam berdarah di daerah tersebut sudah jauh berkurang.
Penulis: Gloria