Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) 2020 akan dilangsungkan di tengah situasi pandemi. Situasi ini diprediksi akan menimbulkan perubahan iklim kampanye, dan memberikan ruang yang lebih besar bagi kelompok kepentingan untuk memanfaatkan teknologi digital dalam proses kontestasi politik.
“Yang unik pada tahun ini Covid-19 melanda seluruh dunia, ini tentu akan mengubah iklim cara kampanye berlaku di lapangan,” ucap Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Ruben Hattari, dalam Diskusi Publik bertajuk “Pilkada dan Kampanye Digital di Tengah Pandemi” yang diselenggarakan Jumat (28/8).
Ia mengungkapkan, kampanye dalam format digital menjadi topik penting dalam Pilkada 2020. Para kandidat menurutnya akan banyak menggunakan platform media sosial untuk menyampaikan visi dan misi.
Dengan tingkat penetrasi hingga mencapai 130 juta jiwa, Facebook menjadi platform media sosial terbesar di Indonesia yang juga menjadi salah satu sarana masyarakat untuk menyuarakan pendapat termasuk dalam bidang politik.
Facebook sendiri, terangnya, menjadikan isu pemilihan politik sebagai salah satu pilar penting dalam pelayanannya untuk masyarakat, dan berinisiatif untuk menghadirkan berbagai fitur guna menjaga integritas kontestasi dan pemilihan politik di ranah media sosial.
Salah satu fitur yang disiapkan adalah fitur transparansi iklan politik yang sudah diluncurkan di Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu, dan mulai diterapkan di Indonesia menjelang Pilkada mendatang.
“Pengguna yang melihat iklan yang ditandai sebagai iklan politik bisa tahu lebih lanjut iklan tersebut dari siapa dan jumlah pembelanjaannya berapa,” terang Ruben.
Kampanye politik di ruang digital sendiri telah menjadi bagian integral dalam kontestasi politik di Indonesia, salah satunya pada Pemilu 2019 lalu. Media sosial sebagai salah satu ruang berdialektika telah berhasil meningkatkan partisipasi pemilih Pemilu sebesar 80,9 persen, melebihi target awal yang hanya 77,5 persen.
Namun, pemanfaatan teknologi digital dalam proses kontestasi politik melahirkan tantangan tersendiri, salah satunya berkaitan dengan persebaran hoax/berita palsu. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persebaran hoax dari Agustus 2018 hingga April 2019, khususnya pada isu yang mengandung muatan politis.
Diskusi yang berlangsung secara daring ini diselenggarakan oleh Center for Digital Society (CfDS) UGM bekerja sama dengan Facebook Indonesia dan Perludem dalam rangka mendukung jalannya demokrasi dalam Pilkada 2020.
Inisiatif-inisiatif seperti ini, ucap Ruben, diharapkan dapat menjadi salah satu langkah untuk mendukung penggunaan teknologi digital yang positif dalam proses demokrasi.
“Bersama-sama kita memastikan Pilkada 2020 didukung kerangka regulasi yang akurat dan progresif serta program edukasi yang menambah wawasan masyarakat tentang proses demokrasi kita,” ucapnya.
Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengungkapkan KPU juga tengah menyiapkan sejumlah mekanisme kebijakan yang mengatur proses kampanye melalui media daring, salah satunya terkait iklan politik.
Peserta Pilkada, terangnya, juga didorong untuk membuat akun media sosial baru yang akan digunakan untuk berkampanye, yang kemudian dilaporkan kepada KPU.
“Akun ini bisa digunakan selama masa kampanye, setelah kampanye berakhir akun tidak ditutup tapi kontennya dihapus. Jadi, bisa ditelusuri apakah ada jejak kampanye yang melanggar ketentuan,” paparnya.
Penulis: Gloria