• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer

Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer

  • 02 September 2020, 20:02 WIB
  • Oleh: Gloria
  • 6902
Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer
Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer
Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer
Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer
Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer
Pejabat Publik Komunikator Utama Kebijakan Publik, Bukan Influencer

Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Nyarwi Ahmad, Ph.D, menolak anggapan bahwa aktor-aktor media sosial yang dikenal dengan sebutan influencer memegang peranan penting dalam komunikasi publik di era demokrasi digital.

Dalam konteks demokrasi, ia menilai bahwa peran komunikasi publik seharusnya dijalankan oleh pejabat publik karena merekalah yang paling mengerti tentang kebijakan yang dibuat dan memiliki tanggung jawab untuk membangun dialog dengan masyarakat.

“Semestinya para pejabat publik dan pemimpin institusi politiklah yang menjadi influencer dalam mengomunikasikan kebijakan publik yang diformulasikan dan hendak diimplementasikannya, bukan para influencer. Kalau politisi bergantung pada influencer, ini tidak menunjukkan kemajuan demokrasi. Kemajuan demokrasi salah satunya terjadi ketika ada interaksi, ada diskusi yang lebih terbuka,” ucapnya.

Istilah influencer kerap diasosiasikan dengan individu atau kelompok yang mempunyai banyak pengikut dan apa yang disampaikan menjadi referensi bagi banyak orang. Meski demikian, di kalangan akademisi dan praktisi sendiri belum terdapat konsensus terhadap definisi influencer sehingga pemahaman terhadap istilah ini menurut Nyarwi lebih didasarkan pada common sense.

Influencer menurutnya dapat mengambil peran dalam bidang tertentu, misalnya yang berkaitan dengan promosi pariwisata. Namun, pelibatan influencer untuk mengomunikasikan suatu kebijakan kepada masyarakat dinilai kurang efektif karena tokoh-tokoh ini belum tentu memahami kebijakan yang dikomunikasikan secara menyeluruh.

Langkah ini juga dapat menimbulkan anggapan dari masyarakat bahwa pejabat publik tidak mampu membangun komunikasi kepada publik.

“Jangan sampai para pejabat publik dan pimpinan organisasi politik tersebut dianggap tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara langsung ke publik,” imbuhnya.

Di samping itu, tidak ada kode etik atau standar yang mengatur kerja para influencer, serta asosiasi yang dapat melakukan evaluasi terhadap aktivitas para influencer. Lain halnya dengan pejabat publik yang terikat dengan prinsip-prinsip moral, kesantunan, basis ideologi, serta janji politik. Hal ini memunculkan risiko penyebaran disinformasi atau hoaks dan pada akhirnya berpotensi merusak citra lembaga negara.

“Jangan mempertaruhkan citra pemerintah pada influencer. Influencer belum menjadi suatu profesi komunikasi publik, jadi baik siapa mereka, apa kompetensinya, bagaimana etika dan standar komunikasinya belum jelas,” imbuh Nyarwi.

Para pejabat publik menurutnya harus melihat masyarakat bukan sekadar sebagai objek propaganda dalam komunikasi yang bersifat top-down, tetapi melibatkan masyarakat untuk bersama-sama memikirkan isu-isu yang berkembang.

Alih-alih menggunakan influencer, pejabat publik menurutnya perlu berusaha mengadaptasi media-media baru sebagai sarana untuk membangun interaksi secara langsung dengan masyarakat.

“Panggung politik tidak bisa disamakan dengan panggung hiburan. Di sini strategi komunikasi publik diperlukan untuk mencari model pengelolaan komunikasi dengan memanfaatkan platform-platform yang ada, tidak bisa sepenuhnya terjun bebas dengan mengimprovisasi pola-pola yang digunakan influencer,” paparnya.

Tren ini telah banyak dilakukan oleh politisi papan atas di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan sejumlah negara Eropa, yang menyadari perlunya beradaptasi dengan media digital dan kemudian bertransformasi menjadi influencer terutama terkait isu-isu politik yang berkembang.

“Mereka sudah terbiasa memanfaatkan panggung komunikasi publik untuk bisa berinteraksi secara terbuka dengan masyarakat, bukan sekadar dibicarakan. Di Indonesia trennya politisi lebih suka dibicarakan daripada berbicara langsung kepada publik,” kata Nyarwi.

Strategi inilah yang menurutnya perlu dicontoh oleh pejabat publik di Indonesia. Untuk mengatasi keterbatasan pemahaman tentang media digital atau keterbatasan waktu, para pejabat publik menurutnya dapat diberikan pelatihan khusus atau didukung oleh tim dalam menjalankan tugas komunikasi publik semacam ini.

 

Penulis: Gloria

Berita Terkait

  • PPID UGM Selenggarakan Webinar Layanan Informasi Publik Desa

    Wednesday,29 July 2020 - 19:14
  • Komunikator Diharapkan Adaptif Terhadap Perubahan

    Monday,02 January 2023 - 15:21
  • UGM Raih Predikat Informatif Anugerah KIP Selama Empat Tahun Berturut-turut

    Wednesday,14 December 2022 - 16:07
  • Draft RUU Pelayanan Publik Perlu Ditinjau Ulang

    Friday,18 January 2008 - 8:11
  • ASEAN Studies Center UGM dan ASEAN-IPR Kaji Peran Media Digital dalam Menjaga Perdamaian

    Wednesday,27 January 2021 - 15:44

Rilis Berita

  • Fakultas Geografi UGM Dampingi Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten Sukamara Kalteng 02 February 2023
    Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menye
    Humas UGM
  • Pakar UGM: Lansia dan Warga Miskin DIY Perlu Mendapat Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial 02 February 2023
    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, berencana memberikan ban
    Gusti
  • Kembali ke Kampus, UGM Harap Geliat Wisata Religi Tanara Serang Terus Menguat 02 February 2023
    Tim mahasiswa Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Unit Serang, Bant
    Ika
  • 2023 Asian Conference on Fish Models for Disease Berakhir, Herman Spaink Ungkap Harapannya agar Penelitian Tetap Berkelanjutan 02 February 2023
    Perkembangan bidang studi biologi menjadi kontributor besar bagi dunia kesehatan, khususnya dalam
    Satria
  • SDG's Series #85: Strategi Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan Melalui Perencanaan Pembangunan Daerah 02 February 2023
    Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi, UGM telah menyelenggarakan Sustainable Develo
    Satria

Agenda

  • 07Feb Dies Natalis Fakultas Hukum UGM...
  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual