Pemerintah meluncurkan program bantuan subsidi gaji sebesar Rp600 ribu selama empat bulan dengan total Rp2,4 juta. Subsidi tersebut akan diberikan kepada pekerja swasta dan pegawai pemerintah non PNS dengan pendapatan di bawah Rp5 juta serta terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Pakar Kebijakan Publik UGM, Prof. Wahyudi Kumorotomo, Ph.D., menyebutkan peluncuran program bantuan subsidi gaji oleh pemerintah tersebut merupakan langkah darurat yang diambil untuk mencegah ekonomi Indonesia masuk ke dalam jurang resesi yang lebih dalam. Kebijakan subsidi gaji ini ditujukan untuk melindungi kelompok pekerja yang paling rentan sekaligus mengangkat permintaan domestik untuk mendorong penawaran dan membangkitkan kembali ekonomi Indonesia.
Kendati begitu, sistem BLT Rp600 ribu ini masih cenderung berpihak kepada pekerja di sektor formal. Sementara itu pekerja di sektor informal belum masuk dalam jangkauan program ini. Padahal, sebagian besar tenaga kerja di Indonesia yakni sebesar 57,27 persen atau 74 juta orang adalah pekerja informal.
Mereka merupakan para pekerja yang tidak memiliki ikatan kontrak, tidak diikutkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan, dan tidak memperoleh jaminan apapun dari perusahaan. Sementara wabah Covid-19 yang berkepanjangan mengakibatkan banyak diantara pekerja informal yang semakin menurun penghasilannya,”paparnya saat dihubungi Jumat (4/9).
Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah untuk memperhatikan dan mencari solusi bantuan subsidi bagi pekerja di sektor informal. Untuk melindungi kelompok pekerja informal yang rentan secara ekonomi ini pemerintah perlu menyusun program alternatif seperti sistem padat karya, program jaring pengaman sosial maupun bentuk bantuan lainnya yang bisa menyasar para pekerja informal.
“Pemerintah perlu menemukan program alternatif untuk para pekerja informal. Sebab, keberhasilan Indonesia untuk menghindari jurang resesi ekonomi juga sangat tergantung dari perhatian pemerintah kepada para buruh sektor informal, kaum miskin di perkotaan, serta kelompok-kelompok rentan lainnya,”urainya.
Lebih lanjut Wahyudi mengatakan keberhasilan program bantuan subsidi gaji ini juga sangat ditentukan oleh efektivitas alokasi dana yang direncanakan bagi sekitar 13,8 juta pekerja. Jika penyalurannya kurang tepat sasaran, lanjutnya, alokasi dana tersebut hanya akan memperlebar jurang pendapatan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Sementara itu, upaya untuk mendorong ekonomi nasional bisa menemui kegagalan.
Guru Besar Departemen Manajemen Kebijakan Publik UGM ini menambahkan alokasi dana bantuan subsidi gaji ini juga rentan disalahgunakan. Karenanya, koordinasi dan kerja sama diantara Kementerian/Lembaga terkait serta pelaksana di lapangan harus betul-betul dipersiapkan dengan baik. Berkaca dari pengalaman alokasi dana Bansos masih banyak yang salah sasaran dan ada pemotongan ilegal pada tingkat operasional.
“Koordinasi operasional harus lebih rapi sehingga program bisa tepat sasaran. Selain itu, pelaksana harus benar-benar cermat mengecek persyaratan yang harus dipenuhi penerima BLT agar tidak ada duplikasi penerima bantuan,”sebutnya.
Wahyudi kembali menegaskan pemerintah untuk selektif dan berhati-hati dalam penyaluran bantuan, sebab rentan akan penyalahgunaan oleh pemberi kerja yang secara sengaja memotong besaran gaji pekerja atau penerima bantuan meminta struk gaji yang lebih rendah dari seharusnya agar mendapatkan subsidi gaji. Guna mencegah kemungkinan penyimpangan tersebt diperlukan koordinasi dan pengawasan yang ketat dari Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Ketenagakerjaan. Pembuktian formal mengenai besaran gaji yang efektif diterima oleh seorang pekerja yang dirumahkan, dikurangi volume kerjanya karena perampingan karyawan, atau terkena PHK hendaknya disertai dengan verifikasi data yang cermat.
“Jangan sampai upaya pemerintah untuk mencegah resesi gagal karena program ini kurang efektif sedangkan konsekuensinya bagi defisit dalam APBN akan semakin lebar,”terangnya.
Dia menyampaikan subsidi gaji ini hendaknya disalurkan ke sektor-sektor yang paling terdampak wabah Covid-19. Beberapa diantaranya seperti sektor pariwisata, transportasi, dan manufaktur.
“Angka sasaran sebesar 13,8 juta pekerja semestinya sudah dibuat dengan memperkirakan kelompok pekerja yang rentan terhadap penurunan pendapatan di sektor-sektor tersebut,”tegasnya.
Penulis: Ika
Foto: Shutterstock.com