Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Prof. Dr. San Afri Awang, menyebutkan bahwa keterbatasan sumber daya lahan masih menjadi persoalan di Indonesia. Sebab, ketersediaan lahan untuk pertanian semakin menurun seiring pertambahan penduduk yang terus meningkat. Apabila hal itu tidak diantisipasi akan mengancam kedaulatan pangan nasional.
“Bahkan prediksi sampai tahun 2025 akan kekurangan pangan sebesar 70 ton di Asia Tenggara,”jelasnya dalam webinar Kontribusi Perhutanan Sosial untuk Kedaulatan Pangan Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Hutan Rakyat Fakultas Kehutanan UGM, Kamis (17/9).
Menyikapi kondisi tersebut pemerintah telah membuat kebijakan perhutanan sosial mendukung kedaulatan pangan di tanah air. Guna mendukung kebijakan tersebut, pemerintah telah menyediakan lahan seluas 12,7 hektare.
Untuk realisasi hingga Mei 2020 seluas 4,147 juta hektare di wilayah Jawa dan dan luar Jawa sekitar 3,27 persen dari luasan total lahan perhutanan sosial yang disediakan. Sedangkan pemanfaatan tanah objek reforma agraria (TORA) dari kawasan hutan sebesar 4,1 juta hektare.
Dia mengatakan dari skema perhutanan sosial diharapkan dapat menghasilkan sekitar 11 juta ton padi di luasan lahan sekitar 2,7 juta hektare. Angka tersebut setara dengan 30-33 persen produksi padi nasional.
Lebih lanjut dia menyampaikan skenario tersebut bisa direalisasikan jika ada faktor pemungkin. Salah satunya adanya kepastian hukum perizinan perhutanan sosial kepada petani hutan. Lalu, fasilitasi tata kelola sosial, produksi, kelembagaan, dan pemodalan dan pemasaran yang pasti. Selain itu, juga penetapan harga padi yang menguntungkan petani, kecukupan air untuk tanaman pertanian, serta kebijakan pemerintah yang memperbolehkan penanaman tanaman pangan dengan jangka waktu serta kerja sama antar institusi.
Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry Ciamis, Dr. Sanudin, S,Hut. M.Sc., dalam kesempatan itu memaparkan tentang potensi perhutanan sosial dalam mendukung ketahanan pangan melalui agroforestri. Berbagai inovasi melalui intervensi ilmiah terhadap sistem/ praktik agroforestri yang sudah ada dapat dilakukan untuk memperoleh keuntungan lebih besar.
Dia mencontohkan salah satu inovasi yang berhasil dikembangkan adalah sistem agrisilvikultur yang memadukan pohon MPTS (multi purpose tree species) dan tanaman bawah. Praktik ini telah diimplementasokan di Nusa Tenggara.
Sementara Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia, Siti Fikriyah Khuriyati, S.H., M.Si., menyampaikan bahwa perhutanan sosial menjadi salah satu upaya kompromi dalam menyelesaikan konflik lahan yang ada dengan masyarakat sekitar hutan. GEMA PS telah berhasil memfasilitasi masyarakat mendapatkan kepastian hukum melalui advokasi dan pemberdayaan organisasi, individu dan pengetahuan.
Pejabat Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor Ditjen PKTL KLHK, Sasmita Nugroho, SE., menjelaskan tentang urgensi daya dukung ketersediaan air nasional untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Daya dukung air menjadi poin penting untuk mengetahui potensi produksi pangan nasional.
Penulis: Ika
Foto: agroindonesia.co.id