Pemerintah Indonesia telah menerapkan sistim pensiun terburuk di dunia. Akibat penerapan tersebut, masa pensiun yang seharusnya masa-masa untuk menikmati hidup menjadi masa-masa yang tidak menggembirakan.
“Bayangkan saja, pensiun seorang guru besar yang sudah mengabdi lebih dari 35 tahun, hampir-hampir tidak cukup untuk membayar tagihan HP. Ini kenyataan yang kita terima saat ini,†ujar pernyataan Rektor UGM Prof Dr Sofian Effendi saat menyampaikan pemberian penghargaan purnakaryawan dan tanda penghargaan kesetiaan 25 tahun, di Gedung Graha Sabha Pramana, Kamis (4/1).
Uang pensiun yang diterima kecil, kata Rektor, disebabkan dua hal. Pertama sistem penggajian memakai struktur sangat komplek. Bahkan, menjadi yang terkomplek yang pernah ada di dunia.Yaitu gaji, yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan terkait dengan gaji pokok, tunjangan fungsional dan tunjangan struktural serta berbagai macam honor.
“Tetapi dalam perhitungan, uang pensiun hanya diterimakan dari gaji pokoknya. Itupun kira-kira tidak lebih dari 4 % dari gaji pokok,†tambah Rektor.
Kedua, imbuhnya, dalam sistem pensiun mana pun di dunia, yang namanya premi pensiun merupakan kewajiban dari pegawai dan majikan yang mempekerjakan pegawai. Dalam hal ini Pemerintah RI sebagai majikan tidak pernah melaksanakan kewajibannya. ”Padahal jika karyawan selama ini diharuskan membayar premi asuransi 4 persen dari gaji, maka pemerintah seharusnya memberikan dua kali lipat atau 8 persen,” kata Sofian.
Pak Rektor mencontohkan, di Malaysia pegawai menyetor 5 persen dari gaji dan pemerintah memberikan 10 persen. Sehingga tidak heran kalau seorang pensiunan guru besar di Malaysia bisa mendapatkan premi pensiun sampai Rp 2 miliar dan menerima gaji pensiun setengah dari gaji pokok selama ini. ”Jadi, seorang guru besar di sana dapat pensiun dengan gagah sekali, karena dukungan dana kesejahteraan yang sengat besar,” ungkap Sofian.
Akibat pemerintah tidak menyetorkan preminya, maka dana premi yang dikumpulkan dari seluruh pegawai selama ini tidak cukup untuk membayar pensiunan setiap tahun, sehingga perlu ditambah 70 persen dari dana APBN.
Dana pensiun, menurut Pak Sofian, sebenarnya merupakan hasil investasi yang dikumpulkan dari pegawai dan pemerintah. ”Tapi karena pemerintah nakal tidak melakukan kewajibannya, muncullah persoalan ini,” tegasnya seraya menyatakan, masalah pensiun menjadi kontroversial belakangan ini lebih disebabkan karena Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) tidak memahami persoalan.
Oleh karena itu, Pak Sofian menjelaskan, bila UGM berencana membuat kebijakan sistem pensiun cadangan. Sesungguhnya kebijakan ini, kata dia, sudah disosialisaikan dua tahun lalu
“Namun didemo, karena mereka salah tafsir tentang masalah kenaikan gaji,†ujar Prof Sofian.
Lebih lanjut, kata Pak Sofian, kalau uang pensiun berjumlah milyaran, akan banyak pensiunan yang merasa senang. Dengan dideposito tentu uang akan bertambah.
“Sayangnya uang yang diterimakan hanya 30-40 juta. Nampaknya Menteri kita ini belum punya informasi yang lengkap tentang pensiun,†tandas Pak Sofian, yang menyayangkan statement seorang pejabat negara tanpa memahami kondisi riil dilapangan.
Dalam kesempatan ini, sebanyak 124 orang, terdiri 38 dosen dan 86 karyawan menerima penghargaan purnakaryawan. Sedangkan Penerima tanda penghargaan kesetiaan 25 tahun sebanyak 308 orang terdiri, 48 dosen dan 260 karyawan. Bentuk penghargaan yang diterima berupa piagam dan uang saku. Masing-masing purnakaryawan mendapat Rp 1 juta dan para penerima penghargaan kesetiaan 25 tahun memperoleh Rp 400 ribu.
“Prestasi yang telah diraih UGM sebagai universitas terbaik di dunia, tentu tidak akan tercapai tanpa pengabdian para dosen dan karyawan. Untuk itu, saya mengucapakan terima kasih atas peran para dosen dan karyawan selama ini,†tutur Pak Sofian.(Humas UGM)