Kota-kota di dunia mengalami permasalahan yang sama dalam menghadapi dinamika urbanisasi dan kebutuhan mobilitas. Kebutuhan ini berdampak pada konsumsi energi yang tinggi untuk kendaraan yang mayoritas masih berbahan dasar fosil.
“Yang terjadi ketika ada kebutuhan konsumsi energi berbasis fosil maka dampaknya muncul terhadap kondisi lingkungan yaitu polusi udara,” ucap peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, Joewono Soemardjito, dalam seminar bertajuk “Permasalahan Polusi Udara di Perkotaan” yang diselenggarakan PUSTRAL UGM secara daring pada Selasa (29/9).
Ia memaparkan, laju motorisasi di Indonesia sepanjang tahun 1950 hingga 2017 mengalami pertumbuhan lebih dari sepuluh persen setiap tahunnya. Sepeda motor menjadi yang paling dominan dengan jumlah sekitar 80 persen dari total kendaraan bermotor, dan mengalami pertumbuhan paling tajam pasca tahun 2000.
Dengan melonjaknya konsumsi energi, emisi pun meningkat. Data tahun 2016 menunjukkan bahwa emisi CO2 sektor transportasi nasional mencapai 137,94 juta ton. Pada tahun 2050, global CO2 dari kendaraan bermotor diprediksi akan meningkat tiga kali lipat dibanding angka pada tahun 2010.
“Kebutuhan akan bahan bakar yang terus meningkat terutama di sektor transportasi, kalau tidak bisa dikendalikan akan semakin memburuk,” ungkapnya.
Dalam rangka pemenuhan target komitmen pengurangan gas rumah kaca sektor transportasi, BAPPENAS pada tahun 2010 telah merumuskan tiga opsi kebijakan. Opsi tersebut meliputi pengurangan jumlah atau jarak perjalanan, pengalihan ke moda transportasi ramah lingkungan, serta inovasi teknologi kendaraan yang efisien bahan bakar.
Menurut Joewono, harus ada kesadaran serta komitmen dari banyak pihak agar opsi tersebut dapat dijalankan dan menghadirkan perubahan yang positif pada kualitas lingkungan hidup di Indonesia.
“Harus ada kesadaran perubahan yang didukung semua stakeholder untuk sama-sama meneruskan komitmen untuk kualitas udara yang lebih baik ke depan,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala PUSTRAL yang juga merupakan Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Prof. Dr. Ir. Agus Taufik Mulyono, S.T., M.T., IPU, ASEAN Eng., menyebut urbanisasi sebagai salah satu megatren dunia yang berpengaruh.
Peningkatan motorisasi, terangnya, menjadi salah satu rentang permasalahan perkotaan di samping penurunan kondisi transportasi publik serta ketidaktepatan solusi jenis transportasi massal.
Sementara itu, di Kota Yogyakarta sendiri, menurut Very Trijatmiko, Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Yogyakarta, peningkatan aktivitas pada akhir pekan serta pada periode liburan panjang menjadikan kualitas lingkungan mengalami tekanan yang cukup tinggi.
Permasalahan yang dihadapi di Kota Yogyakarta di antaranya meliputi volume sampah dan limbah dari masyarakat yang semakin meningkat serta ruas jalan yang tetap sementara jumlah kendaraan semakin meningkat sehingga mengakibatkan adanya tundaan dan kemacetan yang berpotensi menghasilkan pencemaran udara.
“Banyak usaha menuju ramah lingkungan dengan pengurangan plastik, tapi belum secara signifikan terjadi pengurangan volume sampah. Ditambah lagi kalau akhir pekan bus dari berbagai daerah masuk ke Jogja, ini juga menjadi penyumbang yang besar,” imbuhnya.
Untuk menanggulangi polusi udara perkotaan, menurut Very, langkah-langkah yang dilakukan di antaranya dengan mempertahankan dan menambah luasan lahan penghijauan perkotaan, kampanye penggunaan bahan bakar yang ramah bebas timbal, serta gerakan mencintai dan menanam pohon.
Penulis: Gloria