Direktur Kemahasiswaan UGM, Dr. Suharyadi, menjenguk Akhfa Rahman Nabiel (20), mahasiswa korban demo ricuh di DPRD DIY yang kini dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara, Kalasan, Sleman. Mahasiswa Fakultas Filsafat UGM angkatan 2017 ini masih tergeletak lemas saat dijenguk pada Jumat sore (9/10). Meski sudah berada di ruang rawat inap, selang infus dan oksigen masih terpasang di tubuh Nabiel. Ia mengaku masih mengalami sesak nafas setelah kena tendangan dari aparat. Wajahnya yang lebam, diakui Nabiel akibat kena pukulan para aparat saat diinterogasi di salah satu ruang di Gedung DPRD DIY.
Nabiel bercerita, saat kegiatan aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja yang terjadi pada Kamis (8/10) lalu. Ia mengaku datang terlambat. Ia menyusul rekan demonstran lainnya yang sudah berjalan kaki dari Bunderan UGM menuju Malioboro. Menggunakan sepeda motornya, ia membawa dua kardus air untuk dibagikan kepada rekan demonstran lainnya. Setelah memarkir kendaraan di area parkir Abu Bakar Ali, sambil membagikan air Nabiel bergabung dengan iringan kelompok mahasiswa UGM lainnya.
Bersama iringan mahasiswa dan peserta demo lainnya, Nabiel berada di posisi paling depan. Tidak lama kemudian, ketika berada di depan pintu masuk kompleks DPRD, katanya, demo kembali ricuh setelah beberapa orang aparat terprovokasi oleh ulah demonstran yang menurut Nabiel dilakukan para remaja. “Empat personel diganggu massa, saya yakin anak SMA atau SMK, satu personel terprovokasi, kebetulan posisi saya pas di belakang personel itu, mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD,” katanya.
Saat berlindung di aula DPRD, kata Nabiel, tidak lama kemudian ia didatangi salah seorang aparat yang mulai menginterogasi dirinya. Dari situ ia kemudian diciduk bersama dengan teman demonstran lainnya. Ponselnya pun disita. Ia pun dibawa ke lantai atas di gedung DPRD untuk diinterogasi lebih lanjut sambil kena pukulan bertubi-tubi. “Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah,” kenangnya.
Menurut Nabiel, ia diminta mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut karena melihat isi pesan percakapan soal demo dari ponselnya. Padahal, menurut Nabiel isi percakapan tersebut hanya candaan dengan teman mahasiswi UGM lainnya terkait rencananya untuk liputan ikut demo ke Malioboro. “Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh,”katanya.
Dikarenakan tidak mau mengakui, katanya, ia pun terus mendapat pukulan. Selanjutnya pada menjelang senja ia disuruh berjalan jongkok dari lantai tiga gedung DPRD menuju mobil bak terbuka untuk dibawa ke kantor polisi yang menurut Nabiel seingatnya tempat itu kantor Poltabes Yogyakarta. Nabiel pun mulai lemas dan merasa fisiknya tidak mampu berjalan lagi. Sesampainya di kantor polisi, ia sempat dipapah oleh aparat. Ia pun mendapat bantuan oksigen. Selanjutnya, ia dibawa ke rumah sakit karena kondisi fisiknya terus melemah.
Direktur Kemahasiswaan UGM, Suharyadi, saat menjenguk Nabiel banyak memberi motivasi padanya agar lekas sembuh dan bisa beraktivitas kembali. “Pak Haryadi, minta saya tetap semangat tetap pikir positif. Saya ingin masalah ini cepat selesai dan bisa kuliah kembali,” ujarnya.
Penulis : Gusti Grehenson