![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2020/10/1610201602834673501186388-766x510.jpeg)
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., menjadi salah satu pembicara dalam 6th International (Virtual) Workshop on UI GreenMetric World University Rankings (IWGM 2020).
Dalam acara ini, Panut memberikan paparan terkait manajemen air di UGM untuk kampus yang sehat dan tangguh.
“UGM adalah salah satu universitas paling besar di Indonesia, memiliki populasi yang besar dengan lebih dari 55 ribu mahasiswa. Kondisi ini menjadikan manajemen air menjadi salah satu aspek yang menantang,” ungkapnya.
Panut mengungkapkan, penggunaan sumber air utama yang berlebihan menjadi salah satu perhatian UGM terkait manajemen air di kampus.
Salah satu solusi untuk persoalan ini, yang telah diimplementasikan dalam beberapa tahun terakhir, adalah pemanfaatan atap bangunan dengan sistem pemanen air hujan untuk menyediakan sumber air alternatif.
“Dalam lima tahun terakhir semua bangunan baru di UGM didesain untuk memiliki sistem ini,” terangnya.
Sistem pemanen air hujan sendiri tersusun atas sejumlah komponen, yaitu sistem pengumpulan air hujan secara langsung yang dipasang di atap bangunan, sistem penyimpanan air hujan yang kemudian digunakan untuk kebutuhan air sehari-hari, serta sistem distribusi menuju tangki penyimpanan, bangunan, serta saluran pembuangan.
Tantangan lain, imbuhnya, adalah curah hujan yang tinggi di Yogyakarta, dengan rata-rata 400-500 mm/bulan, kerap menimbulkan banjir di beberapa daerah, termasuk di area seputar kampus.
Untuk itu, UGM mengembangkan area tepi sungai menjadi taman urban kampus dengan sistem storm-water drainage. Sistem ini dapat ditemukan di area Wisdom Park serta Fakultas Teknik UGM.
Di samping itu, Wisdom Park juga memiliki danau buatan untuk memulihkan fungsi dari komponen-komponen lingkungan, menciptakan iklim mikro, serta memperbaiki kualitas udara dan lingkungan.
“Saat ini banjir tidak lagi menjadi masalah setelah Wisdom Park mampu menampung 31.500 meter kubik air,” papar Panut.
Sementara itu, di sejumlah bangunan asrama, UGM menerapkan program daur ulang air dengan dua metode, yaitu up-flow filtration dan down-flow filtration.
Panut menambahkan, salah satu program air bersih yang paling populer adalah Toya Gama, fasilitas penyediaan air secara mandiri oleh UGM bagi sivitas. Di fasilitas ini, air diperlakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-treatment, ultra-filtration, dan ultraviolet.
Toya Gama memberikan tiga macam layanan, yaitu 50 unit water fountain, 12 unit water dispenser, dan 25 unit housing water distribution.
“Fasilitas-fasilitas ini terpasang dan terkoneksi ke semua fakultas dan bangunan di area UGM,” ucap Panut.
Workshop yang diselenggarakan pada 13-15 Oktober ini mengusung tema Universities’ Responsibility for Sustainable Development Goals and World’s Complex Challenges”. Diselenggarakan secara daring, workshop ini menjadi forum bagi perguruan tinggi untuk membagikan best practices dalam menciptakan kondisi yang berkelanjutan di lingkungan kampus.
Penulis: Gloria