Sedemikian penting air bagi sistem kehidupan manusia. Terjadinya perubahan ketersediaan air di Bumi merupakan satu konsekuensi yang harus dipertimbangkan sebagai akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global. Penurunan ketersediaan air per kapita di negara-negara Afrika akan terjadi sebanyak 75% selama kurun waktu 50 tahun terakhir, terutama negara yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi seperti, Kenya dan Madagaskar.
Demikian sari pidato yang disampaikan Prof Dr Ir Putu Sudira MSc saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, hari Selasa (7/8) di Balai Senat UGM. Pria kelahiran Denpasar, 6 Juni 1948 ini mengucap pidato berjudul “Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Sumberdaya Air Regionalâ€.
Kata Putu Sudira, pengaruh gas rumah kaca menyebabkan meningkatnya panas di daerah Pasifik bagian timur dibandingkan dengan Pasifik bagian barat, sehingga menyebabkan intensifnya pola El Nino. Hal ini berakibat pada meningkatnya intensitas kekeringan di masa mendatang di daerah sekitar Australia dan Indonesia, sebaliknya meningkatkan intensitas hujan di daerah pantai barat Amerika Selatan, seperti Peru dan Ekuador.
Menurutnya, peningkatan suhu sebagai akibat gas rumah kaca telah menyebabkan permukaan air laut naik karena adanya ekspansi panas ke dalam air laut dan mencairnya es yang ada di kutub. Pengamatan selama tahun 1993 -2003 menunjukkan terjadinya kanaikan permukaan air laut sebesar 3,1 mm per tahun.
“Kenaikan suhu sebesar 30 C di belahan kutub utara yang berakibat pada berkurangnya penutupan salju sebesar 7% sejak tahun 1900 dan penutupan danau dan sungai oleh es berkurang 2 minggu selama satu tahun,†ujar Putu Sudira.
Putu Sudira memperkirakan debit air global dalam kurun waktu 30 tahun mendatang akan meningkat sebanyak 10%, seiring dengan itu kebutuhan air juga meningkat karena pertumbuhan penduduk akan meningkat sekitar 33%. Selain itu, peningkatan jumlah hujan tidak merata sepanjang tahun, terjadi variabilitas yang besar antara musim penghujan dan kemarau.
“Bagi Indonesia yang mempunyai batas tegas antara musim kemarau dan penghujan, perlu melakukan pembenahan kembali terhadap sistem daerah tangkapan air (DAS) serta peningkatan sistem distribusi air melalui sistem irigasi yang hemat dan tepat. Khusus untuk daerah pesisir, kenaikan muka air laut akan meningkatkan erosi pantai, penggenangan daratan pantai, akhirnya diperlukan perlindungan masyarakat nelayan,†tambahnya.
Oleh karena itu di akhir pidatonya, Putu Sudira mengungkapkan sudah seharusnya bagi Direktorat Sumberdaya Air mengkaji rekayasa bangunan air, peraturan, sistem optimasi, dan perencanaan sistem pengelolaan air di masa depan dengan mempertimbangkan perubahan iklim yang akan terjadi. “Karena kurangnya data yang mendukung tentang pemanasan global, maka organisasi kelola air di negara berkembang perlu melakukan koordinasi dengan organisasi ilmiah seperti IPCC, FAO, UNESCO, World Bank dan lainnya untuk melakukan tukar informasi mengenai perubahan iklim dan dampaknya terhadap sumberdaya air,†tandas suami Sarastuti, ayah tiga putra ini. (Humas UGM).