Fakultas Filsafat UGM menggelar International Conference on Nusantara Philosophy (ICNP) dengan tema “Contribution of Philosophy and Local Wisdom in Building a New World Order in the Covid-19 Pandemic Era”, Sabtu (21/11). Acara yang digelar secara daring ini diikuti 15 pemakalah dan 175 peserta.
Dekan Fakultas Filsafat UGM, Dr. Arqom Kuswanjono, mengatakan konferensi yang ke delapan ini bertujuan untuk menggali berbagai pemikiran dan hasil riset para pakar dan peneliti dari berbagai negara, terutama Indonesia, Malaysia dan Korea Selatan, terkait kontribusi filsafat dan kearifan lokal dalam rangka membangun tatanan dunia baru di masa pandemi Covid-19.
Menurut Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng, D. Eng, yang menjadi pembicara kunci dalam konferensi ini, ada empat point penting terkait kontribusi filsafat dan kearifan lokal dalam membangun tata dunia baru di masa pandemi Covid-19. Pertama, Filsafat nusantara dapat dikembangkan untuk merumuskan dan menjawab problematic fundamental kekinian, tantangan dan kebutuhan masa depan, serta dengan berbekal pada pengalaman, kegagalan, dan kejayaan masa lalu. Kedua, Filsafat nusantara dapat berkontribusi untuk mengelola cara pandang positif tentang pandemi ini, dari musibah menjadi berkah. Ketiga, Filsafat nusantara dapat berkembang dengan baik manakala mampu menempatkan kepentingan lokal, nasional, dan global secara cantik dan proporsional. Keempat, Filsafat nusantara dapat mewadahi keanekaragaman perspektif di dunia menjadi warna-warni, sehingga tidak harus saling mengeliminasi tetapi saling melengkapi.
Pembicara lainnya, Prof Mukhtasar Syamsuddin menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah memiliki filosofi dan kearifan lokal yang kuat untuk mengatasi pandemi Covid-19 yakni Pancasila. Nilai-nilai filsafat Pancasila dapat dijadikan dasar mengembangkan keadilan sosial. Senada dengan Mukhtasar, Prof. Dr. Lasiyo, M.A, M.M, menegaskan bahwa filsafat dan kearifan lokal dapat digunakan untuk dasar pembangunan kebudayaan baru. Terutama memberikan fondasi berupa nilai-nilai luhur yang dimiliki masyarakat untuk dapat beradaptasi dan memaknai kehidupan baru agar hidup tetap penuh makna dan manusia merasa nyaman dan bahagia.
Sementara itu, Prof. Zaid bin Ahmad (Guru Besar Universiti Putra Malaysia), mengungkapkan masyarakat Melayu juga mengenal peribahasa dan petatah-petitih yang dapat dijadikan inspirasi untuk mengatasi pandemi Covid-19, antara lain pepatah : Di mana ada kemauan di situ ada jalan; Hendak seribu daya tak hendak seribu dalih; Kalau tak dipecahkan ruyung manakan dapat sagunya; Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing; Sediakan payung sebelum hujan; Bukit sama didaki lurah sama dituruni; Terlentang sama menadah embun; Tiarap sama memakan pasir;
“Intinya filsafat dan kearifan lokal menyediakan sejumlah kerangka pikir untuk mengatasi segala masalah, termasuk pandemi Covid-19,”ujarnya.
Hal yang sama juga terjadi di Korea Selatan. Menurut Prof Yang Seung-Yoon, Guru Besar emeritus Hankuk University, masyarakat Korea memiliki filosofi dan kearifan lokal yang dapat dijadikan dasar untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang dikenal dengan istilah saemaul undong, yaitu bekerja dengan sungguh-sungguh, gotong royong, dan untuk kemakmuran bersama. “Saya yakin orang Indonesia dan Korea tidak jauh berbeda. Jika semuanya ingin sukses, tentunya harus bekerja sekeras mungkin dengan menunjukkan etos kerja yang baik,” tutur Prof Yang.
Penulis: Satria
Foto: Istimewa