Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Agung Budi Santoso, mengatakan konsep parlemen modern menjadi keharusan yang harus segera diwujudkan. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan yang cepat di era globalisasi saat ini dimana tantangan yang akan dihadapi semakin berat kedepannya.
“Untuk itu diperlukan adaptasi terhadap perubahan yang baru. Saat ini kita dihadapkan dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat. Jika kita tidak segera melakukan adaptasi dengan sesuatu yang baru atau lingkungan kita maka akan semakin tertinggal,” katanya saat menjadi pembicara dalam webinar bertema Implementasi Big Data Dalam Mendukung Parlemen Modern”, di Gedung DPR RI, Senayan Jumat (20/11).
Menurutnya, DPR RI sebagai organisasi atau lembaga negara saat ini sudah mulai melakukan kemajuan-kemajuan infrastruktur teknologi dengan meluncurkan beberapa aplikasi yang memudahkan. Meski begitu, lanjutnya, sumber daya manusia (SDM) unggul juga diperlukan agar tercipta parlemen modern di masa mendatang.
“Untuk itu diperlukan terobosan-terobosan infrastruktur dan ini juga harus didukung dengan kapabilitas SDM yang unggul, pelatihan-pelatihan harus dilakukan agar parlemen modern bukan hanya wacana tetapi sungguh harapan yang nyata,” tuturnya.
Webinar Implementasi Big Data Dalam Mendukung Parlemen Modern diselenggarakan Pusat Penelitian Badan Keahlian Sekretariat Jendral DPR RI dengan Universitas Gadjah Mada. Empat narasumber hadir dan memberikan sumbang pemikiran, mereka adalah Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum (Kepala Keahlian DPR RI), Widyawan, ST., M.Sc., Ph.D (Dosen Fakultas Teknik UGM), Dr. Madhani Riasetiawan, SE.AK., M.T (Dosen FMIPA UGM) dan Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si (Dosen Fisipol UGM).
Widyawan menyatakan DPR RI sebagai lembaga wakil rakyat saat ini kurang mendapat kepercayaan publik. Dibanding dengan institusi-institusi lain, DPR RI dinilai sebagai lembaga yang kurang dapat dipercaya.
“Kajian LSI, Lembagai Survei Indonesia menemukan hanya 42 persen kepercayaan publik pada DPR, kalah dibanding dengan Ombusman yang mendapat 57 persen. Ini cukup memprihatinkan sebenarnya,” ucapnya.
Keprihatiinan tersebut, menurutnya, karena DPR yang semestinya mengontrol pemerintah menjadi lembaga yang kurang dipercaya. Tentu harus ada upaya agar lembaga ini bisa memperoleh citra baik di masyarakat.
“Dengan menjadikan big data sebagai supporting system, mungkin sebagai salah satu langkah nyata yang bisa dilakukan agar DPR mampu meningkatkan kepercayaan publik,” terangnya.
Widyawan mengakui dengan implementasi big data pada DPR maka semuanya menjadi transparan dan akuntabel. Big Data bisa mendorong meningkatkan partisipasi publik.
“Masyarakat tentu tak sungkan-sungkan lagi untuk komunikasi langsung dengan para wakil rakyat. Ini tentu akan meningkatkan pelayanan publik, dan segala keputusan politik idealnya akan berbasis pada data,” jelasnya.
Kenapa harus big data, kata Widyawan, karena persoalan data ini tidak pernah selesai-selesai. Kadang data itu ada tetapi dibanyak tempat, adakalanya data itu ada tetapi tidak segera disampaikan.
“Tidak mudah mendapatkan data dari institusi lain, satu contoh, untuk data BPS saja untuk meminta tidak mudah. Data itu kadang dianggap sebagai aset untuk menjaga posisinya,” imbuhnya.
Arie Sujito menandaskan big data untuk parlemen (DPR RI) berfungsi sebagai supporting system. Ia tidak sepakat jika anggota dewan atau politisi harus belajar soal big data.
Menurutnya, tugas anggota dewan adalah membangun representasi ideologi. Data diperlukan karena memang banyak hal yang harus disinkronkan.
“Big data diharapkan membangun institusi karena institusi perlu dibangun kredibilitasnya. Melalui big data ini bukan untuk menteknokrasikan politisi, tapi bagaimana mampu mensupport politisi agar saat berargumen bermakna,” paparnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : ERA.id