Pandemi Covid-19 memberikan tantangan tersendiri bagi penyelenggaraan pendidikan program Pascasarjana. Padahal, berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), jenjang pendidikan Pascasarjana menuntut adanya pemenuhan kompetensi level 8. Kompetensi tersebut mengedepankan pada penguasaan teknik-teknik terkait program studi sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikan dan menganalisis konsep keilmuan dalam kondisi teknis. Hal ini menjadi dilematis untuk memenehui kompetensi tersebut karena kegiatan kampus maupun praktikum laboratorium serta rumah sakit mengalami pembatasan akibat pandemi.
Untuk merefleksikan dampak pandemi Covid-19 dalam proses pembelajaran pendidikan tinggi, khususnya program pascasarjana, maka FKKMK UGM menyelenggarakan “2020 Post Graduate Symposium: New Normal – The New Game: Refleksi Pembelajaran Pascasarjana 2020 Menuju Inovasi dan Solusi 2021”. FKKMK UGM menggelar forum ini dengan beberapa harapan.
Pertama, agar menjadi upaya untuk melakukan evaluasi pembelajaran serta tindak lanjut yang harus dilakukan oleh stakeholder serta institusi pendidikan dalam proses pembelajaran pascasarjana tahun 2021. Kedua, supaya mampu memunculkan ide baru maupun inovasi untuk menyikapi pandemi serta pelaksanaan proses pembelajaran di masa depan.
Forum yang digelar pada 17-18 Desember 2020 secara daring ini diikuti oleh 132 mahasiswa dari beragam Universitas di Indonesia. Beragam kemasan acara dalam forum ini. Hal itu seperti kuliah umum, simposium (forum terbuka), live podcast, maupun lomba pembuatan media interaktif untuk mahasiswa program pascasarjana.
Pada pembukaan forum tersebut yang digelar pada Kamis (17/12), Dekan FKKMK UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.MedEd., SpOG(K), Ph.D., dalam paparannya sebagai pembicara kunci, menyebut pandemi ini sebagai tantangan dan kesempatan bagi pihaknya dalam melaksanakan kegiatan akademik. Hal itu meski banyak kegiatan harus dibatasi, seperti pembelajaran daring, pelaksanaan work from home, dan penerapan protokol kesehatan, namun banyak inovasi juga muncul karena kondisi ini.
Sejauh ini, Prof. Ova menyatakan bahwa pihaknya telah memunculkan berbagai ide inovasi untuk adaptasi format pembelajaran, dari kelas besar, tutorial, praktikum, dan pendidikan skills. Meskipun untuk format kelas besar dan tutorial cenderung berjalan lancar, ia mengaku terdapat beberapa kendala untuk format praktikum dan pendidikan skills, karena tidak bisa dipraktikan secara langsung di rumah.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya juga melakukan banyak pembaruan, baik itu terkait infrasruktur maupun SDM. Untuk infrastruktur, hal itu dilakukan seperti dengan perbaikan laboratorium dan penyediaan studio pembuatan materi pembelajaran. Kemudian, untuk SDM, dilakukan dengan pelatihan bagi para dosen dan tendik terkait pemanfaatan teknologi daring. “Para mahasiswa juga disiapkan agar dapat mengikuti kegiatan perkuliahan dengan lancar,” terangnya.
Selain inovasi-inovasi, meskipun dalam kondisi pandemi, Prof. Ova menyebut kegiatan mahasiswa juga tidak lantas menjadi sepi. Ia mengungkapkan berbagai kegiatan seperti kompetisi-kompetisi, clinical update, serta workshop tetap berjalan. Hal ini membuktikan bahwa walaupun dalam situasi kenormalan baru akibat pandemi, bukan berarti kegiatan akademik mati.
“Kita juga melakukan revisi dalam visi dan misi kita. Hal itu karena kita menyadari bahwa apa yang terjadi tahun ini tidak akan bisa kita putarbalikkan kembali, melainkan sesuatu yang dinamis dan terus berubah ke depannya. Kita harus membuat standar baru sesuai kenormalan baru ini karena yang lalu tidak bisa kita jadikan standar lagi. Oleh karenanya, kita terus memunculkan ide-ide inovatif sebagai langkah adaptif. Hal inipun sesuai dengan prinsip Merdeka Belajar yang dicanangkan Kemdikbud RI,” paparnya.
Hal tersebut dibenarkan Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D., Direktur Belmawa Dikti, yang turut hadir sebagai pembicara kunci. Menurutnya, proses pendidikan berbasis IT yang kini tengah banyak dikembangkan di perguruan tinggi sesuai dengan apa yang diharapkan dengan penerapan Merdeka Belajar episode 2, yakni Kampus Merdeka.
Dikti sendiri, menurut Prof. Aris, telah membuat beberapa kebijakan tambahan untuk akselerasi pendidikan jarak jauh sebagai tanggapan atas kondisi pandemi. Hal itu dengan menyediakan berbagai resources, seperti platform, kerja sama dengan provider, pemanfaat MOOC’s internasional, dan pelatihan terkait pembuatan materi pembelajaran daring secara berkelanjutan.
“Paling tidak hingga akhir 2020 ini, pelaksaan pendidikan tinggi dilaksanakan secara daring, kecuali yang membutuhkan praktik lapangan. Untuk yang praktik lapangan pun tetap harus mengikuti protokol kesehatan,” ungkapnya.
Sementara itu, dengan berlandaskan Surat Edaran Dirjen Dikti No.6/2020, Prof. Aris menyebut penyelenggaraan pembelajaran untuk semester genap mendatang dapat dilakukan secara campuran, tatap muka dan daring. “Namun, hal itu dengan catatan bahwa perguruan tinggi harus tetap memprioritaskan kesehatan dan keselamatan warga kampus serta sekitarnya,” terangnya.
Terakhir, Prof. Aris menjelaskan bahwa kemdikbud juga memiliki strategi atau kebijakan tersendiri terkait pendidikan kedokteran dan kesehatan. Pendidikan kedokteran dan kesehatan didorong untuk melakukan beberapa hal.
“Pertama, penguatan terhadap komite bersama dengan kemdikbud dan kemkes. Kedua, pengembangan Academic Health System dengan berintegrasi dengan RSP-RSPTN, kolaborasi multisektor, dan fokus kebutuhan wilayah. Ketiga, transformasi standar pendidikan, kompetensi, dan kurikulum yang beradaptasi terhadap perkembangan zaman, penguatan soft skill humanisme dan nasionalisme, serta value based interprofessional education. Keempat, penjaminan mutu berbasis evidence atau kajian akademis,” pungkasnya.
Penulis: Hakam