“Gelar ini diberikan atas kontribusi nyata beliau yang telah berhasil menjadikan wayang Indonesia diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO, dan meyakinkan bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang adiluhung dan unggul sehingga layak menerima pengakuan internasional,” ucap Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng.
Panut mengungkapkan, UGM senantiasa berupaya untuk memberi kontribusi bagi kebudayaan Indonesia. UGM juga menyediakan ruang di kampus bagi aktivitas pengembangan dan pelestarian kebudayaan serta memberi apresiasi tinggi bagi para pejuang kebudayaan yang memberi kontribusi bagi pelestarian dan pengembangan budaya bangsa.
Sebelum Solichin, UGM juga pernah memberi penghargaan kepada sejumlah tokoh atas kiprahnya di bidang kebudayaan, di antaranya kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X, Goenawan Mohamad, dan W. S. Rendra.
Rektor berharap sosok Solichin dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia dan juga secara khusus kepada sivitas UGM untuk dapat turut berjuang dalam mengembangkan dan melestarikan beragam kebudayaan asli Indonesia lainnya.
“Masih banyak kebudayaan asli Indonesia yang patut kita perjuangkan untuk menerima pengakuan di tingkat internasional,” ucapnya.
Dalam orasi ilmiah yang dibacakan pada upacara penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa ini, Solichin mengungkapkan bahwa filsafat wayang sistematis berfungsi sebagai sistem yang secara fundamental memperkuat landasan pelaksanaan Pancasila, baik dalam pengertian Pancasila sebagai cara berkehidupan maupun Pancasila sebagai cara berpikir bangsa Indonesia.
“Dengan kata lain, filsafat wayang sistematis bertujuan untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat Indonesia,” terangnya.
Pria yang menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENAWANGI) ini memaparkan, pergulatan pemikiran telah lama terjadi dalam upaya menemukan filsafat asli Indonesia, yaitu sebuah sistem filsafat yang digali atau bersumber dari bumi Nusantara.
Upaya menemukan filsafat asli Indonesia tersebut semakin terasa mendesak tatkala disadari bahwa dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan, pengaruh filsafat Barat dan Timur sudah semakin ekstensif dalam mengiringi perubahan peradaban di berbagai belahan dunia.
Perumusan filsafat wayang sistematis yang bersumber dari filsafat asli Indonesia, yaitu Pancasila, merupakan wujud nyata dari upaya memperkuat posisi terhormat wayang Indonesia di mata dunia, sebagaimana telah diakui oleh UNESCO bahwa wayang Indonesia adalah “A Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity”.
Melalui proses pembahasan yang panjang dan mendalam, ilmu pengetahuan yang terkandung dalam wayang telah ia tata ke dalam suatu susunan korelatif dalam bentuk “Pohon Ilmu Pewayangan” dan “Ilmu Yang Terkandung Dalam Wayang”. Tatanan ini kemudian secara akademis melahirkan Ilmu Filsafat Wayang.
“Saya meyakini bahwa wayang merupakan sumber ilmu pengetahuan yang tidak pernah kering untuk digali dan dikembangkan,” ungkap Solichin.
Filsafat Wayang diharapkan dapat menjadi solusi atas jawaban-jawaban terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan. Nilai-nilai moral dalam wayang, menurutnya, sangat penting untuk pendidikan budi pekerti. Melalui pergelaran wayang, penonton diajak berpikir secara kritis untuk memilih keputusan tindakannya melalui contoh-contoh tingkah laku dalam wayang.
“Dunia pewayangan dalam pentas lakon apa saja sangat menekankan pada ikhtiar kehidupan yang damai. Meraih rasa damai dan tenteram dalam kehidupan pribadi, negara, dan dunia yang dikenal dengan seruan memayu hayuning diri, memayu hayuning negari, memayu hayuning bumi,” paparnya.
Penulis: Gloria
Foto: Firsto