Pemerintah menutup sementara perjalanan warga negara asing ke Indonesia dari tanggal 1 hingga 14 Januari 2020.
Menurut epidemiolog UGM, Bayu Satria, pembatasan mobilitas dari luar negeri adalah langkah yang baik untuk mencegah penularan dari warga negara asing, terutama untuk mencegah masuknya strain baru virus Covid-19 yang menurut berbagai data ilmiah memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat.
“Itu salah satu langkah yang bagus untuk mencegah penularan dari WNA terutama Inggris, Eropa, dan Afrika Selatan yang diduga sudah beredar mutasi Covid-19 yang baru,” terangnya.
Meski demikian, menurut Bayu, pembatasan mobilitas sendiri bisa dilakukan tanpa penutupan secara total. Ketentuan dalam adendum Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 yang berlaku sebelumnya diharapkan cukup menjadi skrining terhadap mereka yang berisiko menularkan.
Ketentuan ini sendiri mensyaratkan bahwa mereka yang tiba di Indonesia harus menunjukkan hasil negatif melalui tes RT–PCR di negara asal, yang berlaku maksimal 2×24 jam sebelum jam keberangkatan dan dilampirkan pada saat pemeriksaan kesehatan atau e-HAC (Indonesia Health Alert Card/Kartu Kewaspadaan Kesehatan Elektronik) Internasional Indonesia.
Di samping itu, pada saat kedatangan di Indonesia mereka wajib melakukan pemeriksaan ulang RT-PCR dan apabila menunjukkan hasil negatif, maka WNA melakukan karantina wajib selama lima hari terhitung sejak tanggal kedatangan. Setelah karantina lima hari, kemudian dilakukan pemeriksaan ulang RT-PCR dan apabila hasil negatif maka pengunjung diperkenankan meneruskan perjalanan.
“Tidak harus penutupan total, asal pembatasan dengan karantina 5 hari dan PCR di awal serta akhir,” ungkapnya.
Bentuk pembatasan seperti ini, terangnya, perlu dilakukan tidak hanya selama beberapa minggu, namun hingga seterusnya, setidaknya hingga tren kasus Covid-19 di negara-negara yang ia sebutkan mengalami penurunan.
Terkait strain baru virus Covid-19, Bayu menerangkan bahwa mutasi yang terjadi memang diduga menyebabkan peningkatan kemampuan transmisi, dan karenanya jika strain ini masuk ke Indonesia, maka diduga akan mampu meningkatkan penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Meski demikian, metode transmisi pada strain virus ini tetap sama seperti strain yang berkembang sebelumnya, sehingga cara penanganannya pun relatif sama.
“Memang jadi lebih cepat lagi penyebarannya, namun karena pencegahannya sama, selama masyarakat tetap disiplin 3M maka akan aman,” kata Bayu.
Melihat jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang terbilang cukup tinggi dan potensi penyebaran yang semakin masif, ia berharap pemerintah memikirkan ulang sejumlah kebijakan seperti rencana pembukaan sekolah di semester mendatang.
“Tidak hanya karena mutasi, tapi memang sejumlah kebijakan perlu dipikirkan ulang karena kondisi yang sedang tinggi-tingginya,” imbuhnya.
Terlebih menjelang masa liburan akhir tahun, jika tidak ada langkah pencegahan yang cukup besar seperti PSBB di tingkat daerah atau pembatasan kerumunan, Bayu memperkirakan bahwa dalam 10 hingga 14 hari setelah liburan akan terlihat peningkatan kasus.
“Bisa jadi kita akan melihat kasus harian menyentuh 8 ribu hingga 9 ribu,” ucapnya.
Penulis: Gloria