Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan varietas labu susu Citra Labu Gama (Citra LaGa) yang memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan labu susu varietas lain. Labu susu ini juga potensial dibudidayakan di lahan marginal maupun lahan kritis karst.
“Labu susu Citra LaGa ini pertumbuhannya cepat sekitar 75 sampai 85 hari dan mengandung beta karoten yang tinggi sangat baik untk kesehatan mata dan tubuh,” ungkap peneliti labu susu Citra Gama, Prof. Budi S Daryono, S.Si., M.Agr.Sc, saat dihubungi Rabu (6/1).
Labu susu Gama Citra merupakan labu susu varietas baru hasil inovasi Budi Daryono bersama dengan peneliti Fakultas Biologi UGM lainnya yakni Prof. Purnomo, M.S. Labu ini telah dikembangkan sejak tahun 2017 silam dan telah dibudidayakan oleh kelompok tani binaan yang berada di Prambanan, Sleman, Yogyakarta.
Budi menjelaskan labu susu Citra LaGa berasal dari persilangan antara labu susu dari Belanda dan labu susu dari Jepang atau yang dikenal dengan nama Kabocha. Berikutnya dilakukan seleksi hingga menghasilkan galur kultivar Citra Labu Gama.
Labu varietas ini memiliki masa panen yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan labu biasa. Masa panen berkisar antara 75-85 hari setelah tanam. Dalam satu pohon labu dapat menghasilkan 2 hingga 6 buah labu dengan berat rata-rata 1-3 Kg/buah. Buah berwarna kuning, kuning kecoklatan, oranye ini dapat bertahan hingga 6-12 bulan.
Labu Citra LaGa juga memiliki keunikan karena dikembangkan dalam tiga macam bentuk, yaitu bentuk gitar, bentuk barbel/paprika, serta bentuk leher angsa/ular. Budi menyebutkan untuk labu dengan bentuk gitar umumnya lebih disukai konsumen kelas atas-menengah. Berikutnya, bentuk barbel/paprika lebih digemari kalangan menengah-atas dan untuk bentuk ular banyak disukai oleh masyarakat umum/menengah-bawah.
“Kami kembangkan 3 bentuk agar konsumen punya pilihan, sebab selama ini bentuk banyak ditentukan oleh para tengkulak,” terang Dekan Fakultas Biologi UGM ini.
Sementara soal ketahanan terhadap hama, Budi mengatakan bahwa varietas labu susu Citra Laga lebih tahan tahan terhadap serangan Begomovirus yang banyak menyerang tanaman labu dibandingkan varietas impor. Hasil tersebut diperoleh setelah dilakukan penelitian terhadap empat varietas labu susu yakni varietas dari China, varietas dari Jepang, varitas dari Belanda, dan Citra Laga.
“Varietas dari China lebih mudah terinfeksi Begomovirus dan diikuti varietas dari Jepang, varietas dari Belanda, dan terakhir varietas Citra LaGa. Dengan begitu labu susu Citra LaGa menjadi varietas yang lebih tahan terhadap Begomovirus daripada tiga varietas lainnya,” urainya.
Budi mengatakan budi daya labu susu Citra LaGa sangat potensial dilakukan. Sebab, memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk dijadikan sebagai makanan alternatif. Umumnya, labu susu digunakan sabagai bahan baku tepung untuk bubur bayi/makanan pendamping ASI, kue, roti, dan bubur yang dikonsumsi saat proses penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan lansia.
Labu susu Citra LaGa dapat ditanam di dataran rendah hingga sedang. Tak hanya itu, varietas ini juga bisa dibudidayakan pada lahan-lahan marginal seperti tegalan dan lahan berkapur.
“Untuk lahan bekas pertambangan belum dicoba bisa dilakukan budi daya atau tidak. Namun, kedepan akan kita coba pada lahan tersebut, semoga dapat ditanam juga,” tuturnya.
Penulis: Ika