Proyek investasi pembangunan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia memberikan manfaat dari banyak sisi. Secara ekonomi akan mendorong masuknya modal dari luar yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Bahkan, prestise bangsa juga meningkat karena Indonesia akan bergabung dalam kelompok negara yang mendukung teknologi masa depan. Namun demikian, rencana pembangunan pabrik baterai untuk produsen mobil listrik tersebut belum diikuti secara maksimal dukungan pemerintah pada pengembangan kendaraan listrik nasional.
Hal itu dikemukakan oleh Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Dr. Eka Firmansyah, menanggapi perkembangan mobil listrik nasional di tengah rencana investasi industri baterai kendaraan listrik di tanah air, Kamis (7/1).
Seperti diketahui, pemerintah dan LG Group telah meneken nota kesepahaman proyek investasi baterai kendaraan listrik senilai 9,8 miliar dollar AS atau Rp142 triliun pada pertengahan Desember lalu. Melalui kesepakatan tersebut, Indonesia diperkirakan menjadi negara pertama di dunia yang mengintegrasikan industri aki listrik dari pertambangan hingga memproduksi aki lithium mobil listrik.
Soal baterai kendaraan listrik, menurut Eka, ada tingkatannya. Setiap industri menyasar segmen tertentu. Bila investasi pabrik baterai sudah dibangun nantinya bukan berarti dapat digunakan untuk semua jenis produk kendaraan listrik. Sangat dimungkinkan bahwa pabrik tersebut hanya menyediakan baterai untuk produk mereka sendiri tanpa melayani pembelian dari produk lain. Praktik seperti ini wajar. Meski demikian, secara nasional, keberadaan pabrik dari produsen besar di Indonesia adalah hal yang menguntungkan bangsa. “Korelasi langsung antara adanya industri baterai di Indonesia terhadap pengembangan kendaraan listrik lokal masih perlu didefinisikan. Sebab, rantainya masih panjang,”katanya.
Eka menyebutkan inovasi mobil listrik di tanah air masih terus dikembangkan oleh banyak pihak, mulai dari para akademisi perguruan tinggi, start-up, dan industri. Masing-masing sektor punya tantangannya sendiri-sendiri. Dari sisi inovasi, kata Eka, semakin banyak pihak yang mengembangkan kendaraan listrik, tentu akan semakin baik. “Harapannya, akan semakin banyak solusi yang ditawarkan. Hanya saja, karena keterbatasan sumber daya, baik tenaga ahli maupun dana, juga fasilitas, tentulah kolaborasi akan lebih baik,” katanya.
Menurutnya, pengembangan mobil listrik di tanah air memerlukan sinergi kerja sama antara beberapa universitas, lembaga penelitian, start-up, dan industri yang didukung pemerintah justru akan lebih efisien. Sebab, kendaraan listrik ini adalah solusi baru yang menyangkut banyak sektor. Bahkan, arah penelitian sebaiknya tidak hanya terkait mobil dan cara membuatnya. Namun, permasalahan sosial seperti edukasi masyarakat terhadap potensi kendaraan listrik, penyikapan pemerintah, telaah aturan, koordinasi lembaga-kementerian, adalah sektor-sektor yang perlu dibantu oleh segenap pihak bila memang ingin menyukseskan transportasi listrik.”Edukasi kendaraan listrik misalnya, bila tidak dilihat ujung masalahnya dari sisi budaya, ekonomi, teknologi, tentu masyarakat akan resisten. Sehingga penelitian kendaraan listrik dalam skala luas sangat perlu,” ujarnya.
Ia mencontohkan, untuk pengembangan kendaraan listrik diperlukan jumlah stasiun pengisian kendaraan listrik akan memiliki korelasi terhadap sukses atau tidaknya elektrifikasi transportasi. Namun, karena saat ini kendaraan listrik yang ada pun belum banyak, tentu aspek keekonomian belum akan muncul. “Pemerintah memegang peran penting. Bila memang direncanakan bahwa transportasi masa depan adalah transportasi listrik, tentulah pemerintah yang harus menyediakan stasiun pengisian bahan kendaraan listrik, setidaknya dalam jumlah tertentu dan strategi tertentu,” paparya.
Setelah populasi dengan jumlah yang memungkinkan untuk nilai ekonomis muncul maka swasta akan secara alamiah bergabung. Meski bukan tidak mungkin, swasta akan mulai menanamkan modal sejak awal. Dalam hal ini, pemerintah perlu mendukung dengan memberikan kemudahan terkait perizinan dan standar.
Terkait peluang dalam pengembangan kendaraan listrik, Eka menilai Indonesia memiliki potensi menjadi pemain utama pada transportasi massal untuk kendaraan listrik. “Untuk transportasi pribadi, kita harus semaksimal mungkin dapat masuk dalam jejaring bisnis internasional dan berkontribusi sehingga kelak dapat meraih keuntungan nasional. Jangan sampai terkucil dari sektor ini. Perlahan, dengan semakin terbentuknya kapasitas nasional, kita akan menjadi pemain juga,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson