Salah pilih nasabah merupakan salah satu penyebab terjadinya kredit bermasalah yang selama ini dihadapi bank perkreditan rakyat (BPR). BPR menghadapi persoalan tentang bagaimana menyaring calon peminjam dan memantau peminjam agar menjadi pembayar kredit yang baik. “Selama ini, penilaian kelayakan kredit di BPR bersifat subjektif, bergantung pada keandalan pegawai di bagian kredit,” terang Ardito Bhinadi, S.E., M.Si. dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor Program Doktor Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Selasa (26/1).
Untuk itu, dikatakan pria kelahiran Gunung Kidul, 21 September 1973 ini, diperlukan suatu sistem penilaian kelayakan kredit yang lebih objektif. Selain itu, seyogianya bank tidak terlalu mengandalkan institusi pegawai bagian kredit. Dalam hal ini, sistem skor kredit dapat digunakan sebagai alat untuk penilaian kelayakan kredit yang lebih andal dan tepat. Dikatakan oleh staf pengajar Fakultas Ekonomi UPN Veteran Yogyakarta ini, “Dengan menerapkan sistem penilaian kelayakan kredit yang lebih terukur akan meminimalisir risiko kredit bermaslah yang dialami oleh BPR karena bisa meminimalkan bias subjektivitas dalam analisa kelayakan kredit.”
Saat mempertahankan disertasinya yang berjudul “Skor Kredit dan Probabilitas Kredit Bermasalah untuk Penyaluran Kredit di Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2007: Studi Kasus BPR XYZ di Provinsi DIY” di hadapan tim penguji, Ardito mengungkapkan penyaluran kredit ke kelompok usaha mikro memiliki risiko yang paling rendah. Di samping itu, dari penelitiannya menunjukkan hasil bahwa rendahnya bunga kredit bukan jaminan kredit yang disalurkan berisiko rendah. Angka kredit bermasalah yang tinggi pada bunga rendah terjadi akibat adanya bahaya moral. Selain itu, semakin liquid suatu jenis jaminan, semakin rendah pula risiko kreditnya. Sementara itu, untuk kredit yang diikat dengan perjanjian memiliki risiko lebih rendah.
Ditambahkan oleh suami Erni Indriyani S.T. ini, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih diminati dibandingkan dengan sektor yang lain. Untuk probabilitas kredit bermasalah pada BPR XYZ yang ia teliti, ternyata dipengaruhi oleh bunga kredit, rasio nilai jamin dengan kredit, tingkat risiko jenis jaminan, dan tingkat risiko golongan nasabah.
“Semakin tinggi bunga kredit, probabilitas kredit bermasalah akan semakin meningkat pula. Semakin besar rasio nilai jaminan dengan kredit, probabilitas kredit bermasalah akan turun. Semakin tinggi tingkat risiko jenis jaminan, probabilitas kredit bermasalah juga semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat risiko golongan nasabah, semakin tinggi probabilitas kredit bermasalah,” terang Ardito di Auditorium BRI Lt. 3 Program M.Si. dan Doktor FEB UGM. (Humas UGM/Ika)