Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro, mengatakan kehadiran GeNose untuk skrining Covid-19 melalui embusan nafas karya peneliti UGM menjadi solusi dalam mengurangi ketergantungan alat Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam testing Covid-19.
“Kita menyambut gembira temuan/inovasi peneliti UGM berupa GeNose. Bagi kami ini suatu inovasi yang bisa mengurangi ketergantungan terhadap alat skrining dari luar negeri,”ungkapnya, Jumat (15/1) dalam Webinar Kemenrsitek/BRIN bertajuk “GenNose Inovasi Teknologi Kemandirian Alat Kesehatan Anak Bangsa.
Bambang menyampaikan bahwa pemerintah di awal pandemi Covid-19 banyak mendatangkan alat skrining Covid-19 dari berbagai negara. Selain itu, tanpa standar yang jelas menjadikan munculnya kesalahan saat testing di lapangan akibat kurang akuratnya tes yang dilakukan.
GeNose menjadi terobosan karena skrining yang dilakukan tidak berbasis antibodi maupun antigen, tetapi berbasis senyawa volatile organic compound (VOC). Melalui senyawa ini dapat digunakan untuk membedakan antara orang yang terinfeksi Covid-19 atau tidak terinfeksi Covid-19.
“Inovasi GeNose sangat kita sambut baik karena selain bagian dari Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 juga sebagai bentuk sinergi antara pemerintah, peneliti, dan dunia usaha,” terangnya.
Kedepan ia berharap GeNose dapat terus ditingkatkan pada sisi akurasinya. Sebab, akurasi alat ini sangat menentukan proses 4 T (tracking, tracing, testing, dan treatment) dalam penanganan Covid-19 di tanah air serta keberhasilan dalam menggerakan roda perekonomian nasional.
Sementara Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono, mengatakan bahwa GeNose merupakan salah satu contoh hasil inovasi anak bangsa yang memberikan sumbangsih dalam mewujudkan kemandirian alat kesehatan nasional. Kehadiran Genose menjadi awal pembuktian adanya sebuah inovasi baru khususnya dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Dante menyebutkan pemerintah sangat mendukung pengembangan inovasi alat kesehatan oleh para peneliti di tanah air. Namun begitu, dalam pengembangan alat kesehatan perlu memperhatikan uji validasi seperti sensitivitas, spesisifitas, positive predictive value, serta negative predictive value. Demikian halnya uji validasi pada GeNose perlu ditingkatkan.
“Genose sensitivitas dan spesisifitasnya lebih dari 90 persen, tetapi kedepan tetap harus selalu dikaji lebih lanjut uji validitasnya,” tuturnya.
Ia mengatakan Kemenkes akan turut andil membantu dalam uji validasi GeNose yang akan dilakukan di Badan Litbangkes Kemenkes. Dengan uji validasi tersebut akan diperoleh standar yang lebih baik serta menjadi masukan dalam penyempurnaan untuk produksi GeNose generasi selanjutnya.
Ketua tim pengembang GeNose, Prof. Kuwat Triyana, dalam kesempatan itu menjelaskan pihaknya akan terus meningkatkan kinerja dan validasi GeNose.
“Harapanya setelah uji post marketing kita gunakan data-data valid yang sudah dikonfirmasi dengan PCR yang baik dan benar akan dipakai sebagai data training sehingga kecerdasan buatan akan terus diimprove,” urainya.
Ia menjelaskan GeNose dibuat menggunakan sistem kecerdasan buatan (AI). Oleh sebab itu, semakin banyak tes yang dilakukan maka tingkat akurasi juga semakin meningkat. Alat ini memiliki sejumlah keunggulan untuk skrining Covid-19 antara lain reliabilitas tinggi, dapat mendeteksi dalam waktu relatif cepat, non invasif dan biaya pengujian yang murah.
Penulis: Ika