Yogya, KU
Hasil analisis ekonomi yang dilakukan oleh para peneliti dari Fakultas Pertanian UGM menyimpulkan hasil panen varietas padi hibrida mempunyai potensi keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan IR 64, tetapi risiko yang dihadapi juga lebih besar. Namun demikian, keuntungan yang diberikan oleh padi hibrida masih bersifat situasional, selain itu padi hibrida juga lebih peka terhadap serangan hama penggerek batang dan busuk pelepah.
“Tingkat kerentanan tersebut menyebabkan risiko bertambah besar karena jumlah anakan dan malai padi hibrida lebih sedikit dibandingkan dengan IR 64,†ujar Prof Dr Ir Y. Andi Trisyono, M.Sc selaku peneliti bidang perlindungan Tanaman, Senin (10/9) di Kampus UGM.
Sedangkan risiko pemiskinan hara oleh padi hibrida, menurut Ir. Irfan Dwidya Prijambada, M.Eng., Ph.D selaku pakar Bioteknologi Tanah UGM, jauh lebih besar dibandingkan dengan IR 64 sehingga dikhawatirkan masukan energi yang diperlukan akan semakin besar setelah penanaman berulang kali.
“Risiko sesaat yang ditimbulkam dengan hilangnya hasil panen karena hama dan penyakit maupun risiko jangka panjang terkait pemiskinan unsur hara dalam tanah yang akan mempengaruhi produksi,†terangnya.
Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan kelompok Tani Ngudimulyo Petani dan Dinas Pertanian dan Kelautan Kabupaten Bantul di Boto Kenceng, Banguntapan Bantul ini, menurut Irfan juga menunjukkan respon petani terhadap terhadap introduksi varietas hibrida menunjukkan adanya beberapa kekhawatiran.
“Menurut Petani, cara tanam padi hibrida lebih ribet dan butuh tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga biaya yang akan dikeluarkan juga lebih besar,†terangnya lebih lanjut.
Diakui Irfan, Petani juga khawatir dengan ketersediaan benih di pasar, sebab harga benih hibrida yang lebih mahal yaitu Rp 50.000 ribu per kilogram padahal untuk benih IR 64 hanya Rp 4500 per kilonya.
Mempertimbangakan keuntungan dan risiko yang ada, kata Irfan, maka petani cenderung untuk menanam IR 64. (Humas UGM)