Universitas Gadjah Mada tengah berduka, salah satu guru besar terbaiknya, Prof. dr. Purnomo Suryantoro, DTMH., Sp.AK., Ph.D., DSc. (Hon)., FRCP(AM) telah berpulang pada Selasa (26/1). Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM meninggal pukul 03.30 di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta dan dimakamkan di makam di Sawitsari setelah sebelumnya mendapat penghormatan terakhir dari keluarga besar UGM di di Balairung UGM pada siang harinya.
Mendiang adalah dokter lulusan UGM yang lahir di Pati, Jawa Tengah 79 tahun lalu dan merupakan ahli spesialis anak dengan menyelesaikan pendidikan master di Mahidol University, Thailand pada tahun 1976 dan program doktor di Kobe University, Japan tahun 1996.
Selama menjadi staf pengajar, mendiang telah memberikan kontribusi yang besar dalam ilmu kedokteran, khususnya bidang Ilmu Kesehatan Anak. Di tengah ketekunan mengembangkan keilmuwan, mendiang juga senantiasa meluangkan tenaga, pikiran, dan waktunya untuk memajukan institusi.
Di tengah kesibukan melayani banyak pasien dengan fanatisme tinggi terhadap perawatan yang dilakukan, Prof. Purnomo Suryantoro masih berkenan memimpin dan mengelola Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM dengan menjabat sebagai Dekan pada tahun 1997-2000.
“Pada masa kepemimpinan Prof. Purnomo, beliau menggiatkan metode pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam berdiskusi di kelas dan juga untuk meningkatkan kemampuan analisis,” ujar Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph.D, Ketua Dewan Guru Besar UGM di Balairung, Selasa siang (26/1) saat memimpin penghormatan terakhir Keluarga Besar UGM.
Menurut Koentjoro, dengan Program Problem Based Learning maka mahasiswa dapat melakukan praktik dengan manusia sebagai pasien, sedangkan praktik-praktik sebelumnya hanya menggunakan hewan percobaan karena penguasaan ilmu yang dianggap belum cukup.
Sementara saat dikukuhkan sebagai Guru Besar FKKMK UGM pada 10 Februari 2001, Prof. Purnomo menyampaikan teknologi kedokteran telah maju tetapi identifikasi masalah kedokteran tetap perlu dimulai dari tingkat klinik. Dalam memberikan layanan kesehatan yang mutakhir bagi masyarakat untuk menyongsong era globalisasi maka masalah klinis perlu ditapis.
“Dengan pidato berjudul Dari Penapisan Klinis Menuju ke Tingkat Molekuler, Nanoteknologi dan Xenotranspalantasi, ia mengatakan penapisan membutuhkan pengetahuan baik di bidang klinis sendiri maupun di bidang teknologi tinggi,” ucap Koentjoro.
Dalam pidato pengukuhannya juga disebutkan beberapa pelayanan kesehatan di masa depan meliputi alternative medicine, pengobatan tingkat molekuler, xenotransplantasi, nanoteknologi dan memperbaiki hantaran pada otak. Sebagai spesialis dokter anak, ia berpesan agar dokter anak harus mempersiapkan diri untuk memperdalam ilmu penyakit anak, tidak hanya secara klinik tetapi sampai dengan tingkat molekul agar kemampuan memberikan pelayanan kesehatan bisa optimal.
“Keadaan cacat sejak lahir bukanlah takdir atau hukuman dari Allah tetapi suatu ujian bagi kita semua baik mental, fisik maupun pengetahuan dan merupakan perintah bagi manusia untuk meningkatkan ilmu,” katanya.
Dalam pandangan Koentjoro, mendiang Prof. Purnomo adalah sosok dosen, dokter dan pimpinan yang senantiasa memberikan perhatian besar pada lingkungannya. Mendiang peka terhadap permasalahan yang ada, dan ringan tangan untuk membantu mencari solusi atas permasalahan-permasalahan.
Oleh karena itu, sebagai kolega dan murid tugasnya adalah meneruskan perjuangan beliau, melaksanakan pesan-pesannya dan mengembangkan ilmu yang telah diwariskan untuk memajukan universitas dan bangsa Indonesia.
“Akhir kata, marilah berdoa semoga Allah SWT memberikan pengampunan atas dosa-dosa almarhum dan melipat gandakan amal ibadahnya dan semoga di berikan tempat yang paling mulia dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan iman dan kekuatan,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto