Pandemi Covid-19 selama satu tahun terakhir ini mengharuskan proses pendidikan dilakukan secara daring. Namun begitu, tidak semua siswa bisa mengakses belajar secara virtual karena terkendala akses pada ponsel dan infrastruktur internet. Di perkotaan barangkali belajar daring tidak banyak menghadapi kendala, namun di pelosok pedesaan dengan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat akibat pandemi sekarang ini menyebabkan adanya penurunan kualitas kemampuan linguistik pada anak karena guru tidak bisa menyampaikan materi ajar secara kontekstual. Oleh karena itu, guru diminta untuk melakukan improvisasi dan inovasi dalam memberikan materi belajar dengan membangun interaksi dengan siswa meski dilakukan secara daring. Bukan sekadar menyerahkan tugas kepada siswa lewat grup medsos. Hal itu patut dilakukan untuk terus mengasah kemampuan berbahasa pada anak selama pandemi.
“Kalau melihat dari sisi pendidikan dan pengajaran, banyak terjadi distorsi materi ajar karena hanya dipahami secara tekstual yang seharusnya guru bisa membangun secara kontekstual,” kata Pakar Ilmu Linguistik dari Fakultas Ilmu Budaya UGM, Dr. Sailal Arimi, Jumat (26/2).
Dalam kondisi normal menurutnya seorang guru bahasa bisa mengajarkan materi secara kontekstual, namun dikarenakan secara daring bahkan tidak semua siswa belajar secara virtual menyebabkan penyerapan materi ajar lebih bersifat tekstual sehingga besar kemungkinan terjadi penurunan pengajaran bahasa atau penurunan kemampuan linguistik.
Menyiasati kondisi ini, ia mengusulkan agara guru banyak melakukan inovasi dan modifikasi agar interaksi dengan siswa bisa terbangun. Sebab, proses belajar mengajar tidak hanya transfer pengetahuan, namun juga mampu mengubah perilaku dan karakter siswa. “Jika selama ini hanya mengirimkan perintah mengerjakan tugas sehingga kehilangan konteks. Yang ada hanya teks. Memang murid membaca buku tematik, namun guru tidak hadir di situ,”katanya.
Meski kondisi pandemi yang mengharuskan guru dan murid menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak maka salah satu yang bisa dilakukan membangun interaksi secara virtual. Ia menilai jika siswa SMP dan SMA bisa melakukan kegiatan belajar daring lewat aplikasi pertemuan virtual. Akan tetapi bagi siswa SD hal itu sulit dilakukan. Oleh karenanya perlu membentuk grup di aplikasi pesan dalam batas waktu tertentu.
“Di aplikasi pesan itu bisa menerapkan umpan balik antar siswa dan guru. Bila ada feedback dan diskusi diberi penilaian dengan waktu setengah atau satu jam. Waktu belajar bisa gantian guru-gurunya,”katanya.
Sailal memaklumi dengan adanya kegiatan belajar mengajar secara daring ini mengharuskan pendampingan dari orang tua yang rata-rata dilakukan oleh para ibu-ibu. Peran yang seharusnya dilakukan oleh para guru. Namun begitu, tidak sedikit para orang tua yang merasa kewalahan dan mengeluh dikarenakan mau tidak mau harus belajar kembali untuk memahami dan menguasai materi pelajaran si anak. “Akibatnya guru sebagai role model untuk belajar budi pekerti bahasa yang baik akibat pandemi ini menjadi jauh berkurang,”pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Shutterstock