Menteri Riset dan Teknologi / Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof. Bambang Brodjonegoro, menyebut bahwa di tahun 2021 pemerintah akan menentukan arah kegiatan riset dan inovasi untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya yang dimiliki.
“Kalau dulu biasanya semuanya bottom-up, tahun 2021 ini kita lebih top-down dalam pengertian kita mengarahkan agar kegiatan riset itu langsung menjawab apa yang menjadi kebutuhan pada saat itu,” ucapnya dalam acara The Conversation bertajuk “Pandemi COVID-19 Ubah Riset Sains di Indonesia?”, Kamis (4/3).
Ia mengungkapkan, sejak awal kemunculan kasus COVID-19 di Indonesia BRIN mulai mengeksplor cara-cara untuk menyikapi pandemi dari sisi riset dan inovasi dengan mencari peneliti-peneliti di Indonesia dengan keahlian yang relevan dengan penanganan COVID-19.
Di sisi lain, pandemi COVID-19 menunjukkan betapa besar ketergantungan Indonesia terhadap impor alat kesehatan dan bahan baku obat.
“Di awal pandemi semua perlu tes rapid sehingga mau tidak mau kita impor seluruhnya. Bukan hanya itu, karena termometer juga menjadi sangat diperlukan, dan kita baru sadar kita masih tergantung dengan impor termometer,” terangnya.
Melihat kondisi ini, pemerintah pun berupaya untuk menjaring potensi riset yang akan menghasilkan produk-produk yang dapat diterapkan di tengah masyarakat. Penerintah pun membangun Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang mencerminkan triple helix.
“Di awal kita memang belum memahami seperti apa virusnya dan keahlian apa yang diperlukan untuk menghadapi virus tersebut sehingga semua yang punya ide untuk berhadapan dengan COVID-19 ini kami coba akomodir,” kata Bambang.
Reaksi dari peneliti dinilai luar biasa, dan dalam jangka waktu yang singkat muncul beragam ide penelitian, terutama di bidang kesehatan, yang meliputi aspek pencegahan, skrining, pengembangan obat, maupun terapi.
Dalam waktu tiga bulan, mulai lahir produk-produk inovasi yang diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia tidak hanya selama pandemi tetapi juga untuk kebutuhan jangka panjang.
Di tahun 2021, konsorsium ini telah menetapkan sejumlah rencana kegiatan yang meliputi lima aspek utama, yaitu pencegahan, skrining atau deteksi, alat kesehatan pendukung, terapi dan obat, serta aspek sosial humaniora dan basis data.
Riset terkait ventilator, misalnya, akan difokuskan pada ventilator ICU. Sementara itu, riset terkait skrining difokuskan pada alat deteksi yang memiliki akurasi tinggi.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu peneliti GeNose UGM, dr. Dian K Nurputra, memaparkan perjalanan pengembangan GeNose melewati serangkaian proses riset dan pengujian.
Setiap tahapan dalam penelitian, terangnya, dievaluasi oleh komite atau lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap protokol yang dilaksanakan, dimulai dari tahap pembuktian konsep dengan prototipe pada awal pengembangan produk.
“Yang mengevaluasi protokol kami pada waktu itu ada komite etik dan dari Dirjen Farmakes. Sebelum kami memulai uji diagnostik sudah dievaluasi dulu,” terangnya.
Produk GeNose C19 yang sudah digunakan saat ini, jelas Dian, adalah produk yang telah melewati serangkaian proses pengujian dan perbaikan dengan memperhatikan berbagai faktor yang berpotensi memengaruhi hasil skrining.
Tim GeNose pun berkomitmen untuk terus mengevaluasi penerapan alat ini sebagai bagian dari proses perbaikan di waktu mendatang.
“Termasuk saat ini ketika implementasi di stasiun kami masih mengawasi,” ucapnya.
Penulis: Gloria