Dosen Fakultas Hukum UGM sekaligus Ketua Pusat Kajian Law, Gender, and Society UGM, Sri Wiyanti Edyyono, S.H., LL.M., Ph.D., mengatakan penipuan berkedok asmara/cinta atau yang dikenal dengan love scam semakin marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Perkembangan teknologi dan internet menjadikan jangkauan love scam kian meluas.
“Love scam ini bukan fenomena baru dan banyak terjadi, tetapi yang lapor jarang,” tuturnya dalam Webinar Series: Love Scam yang diselenggarakan Pusat Studi Wanita (PSW) UGM, Sabtu (6/3).
Wiyanti menyampaikan pada umumnya kasus love scam tidak banyak diangkat atau dilaporkan karena sejumlah alasan. Salah satunya, rasa malu pada korban. Selain itu, adanya ketakutan dijadikan bahan candaan di media sosial, kehawatiran disalahkan dan lainnya.
“Takut dijadikan guyonan yang menyudutkan mereka. Lalu, bukan dianggap persoalan serius saat dilaporkan ke aparat penegak hukum kecuali mendapat sorotan publik,” jelasnya.
Lebih lanjut ia memaparkan beberapa persoalan hukum terkait love scam. Ia menilai pencegahan terhadap kasus love scam di tanah air masih terbilang lemah. Sementara itu, penegakan hukum juga belum konsisten, pengawasan yang tidak berkelanjutan hingga permasalahan data yang tidak lengkap.
Kondisi tersebut menjadikan tidak sedikit kasus love scam yang tidak dapat terselesaikan. Ditambah dengan permasalahan budaya yaitu persepsi yang sangat kuat terhadap seksualitas dan seterotipe menyebabkan korban love scam menjadi korban kembali.
Wiyanti menegaskan risiko love scam bisa dicegah dengan adanya peraturan yang kuat. Disamping itu, juga adanya intervensi dalam upaya pencegahan seperti literasi digital pada perempuan, promosi perlindungan, mekanisme pengaduan, perubahan peraturan dan lainnya.
“Ini harusnya masuk dalam bagian isu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan ada payung hukum baru karena kalau mengacu peraturan yang ada itu tidak bisa,” terangnya.
Sementara Dosen FISIP UIN Walisongo Semarang, Nur Hasyim, M.A., yang juga pemerhati gender menyebutkan bahwa love scam merupakan tindakan kekerasan karena mengandung unsur pemaksaan kehendak, manipulasi, serta eksploitasi. Korban love scam yang mengalami eksploitasi seksual menunjukkan gejala kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, stres, bahkan depresi.
Nur Hasim mnjelaskan love scam dapat dialami oleh siapa saja. Namun demikian, perempuan terutama janda maupun wanita yang menjalani hidup sendiri merupakan kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban love scam.
“Norma gender tradisional juga menjadikan mereka rentan menjadi korban love scam,” terangnya.
Penulis: Ika
Foto: Shutterstock.com