Melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional, pemerintah telah menetapkan National Logistic Ecosystem (NLE). Peraturan ini merupakan implementasi lebih lanjut dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang telah ditetapkan sejak 2012.
NLE adalah ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen international sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang. NLE berorientasi pada kerja sama antar instansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses, penghapusan repetisi dan duplikasi, serta didukung oleh sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem logistik yang telah ada.
Demikian dikatakan Erwin Raza, Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, selaku pembahas pada Webinar dan Bedah Buku “Perencanaan Terminal Barang dalam Perspektif Logistik”, Sabtu (6/3).
Dalam webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM bersama Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi (FSTPT) dan UGM Press selaku penerbit, Erwin menyatakan penataan ekosistem logistik nasional menjadi tanggung jawab Kemenko Perekonomian dan Kemenko Maritim dan Investasi. Sejak Juni 2020 telah dilakukan 18 aksi dari 20 rencana aksi yang ditetapkan.
“Dua rencana aksi yang belum terselesaikan adalah Penerbitan Permendag Prosedur Perizinan Ekspor dan Impor untuk Reputable Trader (Renaksi 2) dan Kolaborasi Salah Satu Platform Depo Penimbunan Petikemas dengan Platform Kolaborasi (Renaksi 19),” katanya.
Erwin mengatakan buku Perencanaan Terminal Barang dalam Perspektif Logistik sudah menyajikan secara komprehensif berbagai aspek penting dalam perencanaan terminal barang. Meski begitu ada beberapa catatan umum untuk penyempurnaan, yaitu perlunya membahas secara lebih fokus implementasi Permenhub 102 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Terminal Barang dari sisi perencanaan pelaksanaan dan pengawasan operasional. Best practise semestinya disesuaikan karakteristik Indonesia agar dengan mudah dapat diterapkan.
“Selain itu, perlu disampaikan bagaimana mekanisme dari implementasi dari berbagai kajian teori yang telah dibahas khususnya di Indonesia. Terkait tantangan ke depan, perlu ditekankan bagaimana peranan terminal barang khususnya dalam penerapan e-logistic,” paparnya.
Prof. Dr. Agus Taufik Mulyono, ST., MT., IPU., ASEAN Eng, Kepala Pustral, mengungkapkan transportasi memiliki 3 aspek penting, yaitu ruang, simpul, dan pelayanan transportasi. Dalam penyelenggaraan angkutan barang terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu pengirim barang, pengangkutan barang, serta simpul, ruang, dan pelayanan.
“Aspek-aspek tersebut penting dan saya kira telah tercakup dalam buku Perencanaan Terminal Barang dalam Perspektif Logistik, termasuk berbagai contoh implementasi di lapangan,” ujarnya.
Buku Perencanaan Terminal Barang dalam Perspektif Logistik ini disusun Dr. Kuncoro Harto Widodo, staf pengajar Fakultas Teknologi Pertanian UGM sekaligus Peneliti Senior Pustral UGM, bersama tim. Mewakili tim penulis, ia berharap buku ini dapat dimanfaatkan untuk menambah referensi baik bagi pemerintah, akademisi, maupun profesional dalam mendukung perumusan kebijakan.
“Buku ini secara komprehensif membahas berbagai aspek penting dalam perencanan terminal barang yang mencakup konsep dasar terminal barang, regulasi terkait terminal barang, praktik baik di negara maju dan berkembang, analisis kebutuhan terminal barang, penetapan dan penentuan lokasi terminal barang di Indonesia, desain terminal barang, serta peluang dan tantangan penyelenggaraan terminal barang di Indonesia,” ungkapnya.
Dr. Ir. Umiyatun Hayati Triastuti, M.Sc, Widyaiswara Utama Kementerian Perhubungan yang juga sebagai pembahas kegiatan, menyampaikan terminal barang harus mampu menjadi tempat konsolidasi distribusi logistik dan mempermudah pelayanan. Hal ini penting agar terminal barang menjadi bagian dari kegiatan strategic/quick win peningkatan kinerja logistik nasional terhadap penurunan biaya logistik dan peningkatan Logistic Performance Index (LPI).
“Sayangnya, ketersediaan data di Indonesia terbatas baik pada instansi negeri atau swasta sehingga tidak dapat memberikan cukup kontribusi bagi pemegang kebijakan. Terkait buku yang diterbitkan, secara garis besar sistematika buku cukup komprehensif, namun perlu summary sehingga buku lebih mudah dipahami secara cepat,” terangnya.
Sementara itu, Yukki Nugrahawan Hanafi selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (DPP ALFI) dan Chairman Asean Federation for Forwarder Association menandaskan kinerja sektor logistik merupakan salah satu indikator berkembanganya sebuah negara karena logistik sangat terkait dengan perdagangan dan investasi. Oleh karena itu, negara-negara lain juga terus melakukan perbaikan kinerja layanan logistik yang dimiliki.
Ke depan, katanya, dunia logistik terus berubah dengan kolaborasi, sharing capacity dan multi produk sebagai kata kunci dalam perkembangan dunia logistik. Kondisi saat ini di Indonesia menunjukkan masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, misalnya dalam pendistribusian vaksin COVID-19.
“Dengan kapasitas yang ada saat ini, saya melihat bisa-bisa distribusi vaksin baru akan selesai 5-6 tahun lagi. Untuk buku ini saya berharap bisa diterbitkan dalam versi Bahasa Inggris agar dapat lebih dikenal secara internasional,” katanya.
Kegiatan webinar dan bedah buku ini dipandu Dr. Harya S. Dillon, Sekjen MTI. Dalam webinar yang diikuti 219 peserta ini di akhir acara dibagikan 15 buku bagi para pemenang doorprize.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : soulineducation.wordpress.com