Kemudahan akses informasi dan kemajuan teknologi komunikasi tidak menjadikan masyarakat desa keluar dari kunkungan kemiskinan. Hal ini ungkap Dr. Hedi Pudjo Santosa, disebabkan pengelolaan media yang tunduk pada logika industri sehingga masyarakat desa dikepung oleh informasi yang masih jauh dari kebutuhan mereka.
“Pengelolaan media yang sangat industrial menjebak elemen media untuk tunduk pada hukum pasar dan pemilik modal,†ujar Hedi dalam Seminar Bulanan, Kamis (5/4) di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM.
Menurut dosen komunikasi Universitas Diponegoro ini, di era reformasi media televisi relatif mempunyai kebebasan dalam menyampaikan informasi. Sedangkan intervensi Negara dalam pengaturan penyiaran yang mulai melemah dan sebaliknya intervensi pemilik modal malah semakin kuat. “Bila Negara tidak kuat maka yang akan muncul adalah permasalahan internal dimana para insan pers takut pada pemilik modal,†paparnya.
Sekalipun intervensinya cukup kuat, menurut Hedi pemilik modal tidak secara sengaja berkomplot untuk mengendalikan media, kalaupun ada kadarnya tidak selalu signifikan. Saat ini, media televisi lebih banyak diarahkan untuk menyenangkan atau menghibur masyarakat dengan dikontrol oleh kepentingan komersial sehingga mereka harus tampil memikat untuk mencapai tujuannnya.
“Ini merupakan pelarian dari kebutuhan informasi yang sebenarnya, bahkan informasi lebih banyak mengajarkan gaya hidup hedonistik,†ungkap alumni UGM ini.
Tidak hanya itu ungkap Hedi, masyarakat desa juga disuguhi oleh realita kekerasan yang diulang-ulang dalam kadar yang sangat berlebihan. Ia menghimbau agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat bekerja sungguh-sungguh, karena ia merupakan lembaga independen yang memantau setiap penyiaran di televisi. (Humas UGM)