• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun

Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun

  • 27 Maret 2021, 10:29 WIB
  • Oleh: Ika
  • 10622
Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun
Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun
Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun
Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun
Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun
Terganggu Pandemi COVID-19, Penemuan Kasus Tuberkulosis di Indonesia Menurun
Penemuan kasus tuberkulosis (TBC) di Indonesia menurun tajam akibat pandemi COVID-19. Adanya wabah virus corona baru ini menyebabkan sebagian besar sumber daya yang ada di masyarakat ditujukan untuk mengatasi penyakit tersebut. Akibatnya, penanggulangan penyakit lainnya menjadi terabaikan, termasuk TBC.
 
Project Leader Zero TBC Yogyakarta sekaligus Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKM) UGM, dr. Rina Triasih, M.Med(Paed), Ph.D, Sp.A (K).,  menyampaikan informasi bahwa pandemi COVID-19 membuat temuan kasus TBC di Indonesia menurun. Data Kemenkes 2020 mencatat hanya ada 271.750 kasus TBC yang ternotifikasi atau ditemukan, menurun tajam jika dibandingkan temuan pada tahun 2019 sejumlah  568.987 kasus. Sementara itu, perkiraan jumlah kasus di Indonesia pada tahun 2020 sekitar 840.000.  
 
“Hampir seluruh sumber daya yang ada di sektor kesehatan maupun sektor lainnya dioptimalkan untuk menangani COVID-19. Kondisi tersebut berdampak pada penemuan kasus dan penanganan TBC jadi menurun signifikan,” terangnya, Sabtu (27/3). 
 
Rina mengatakan kondisi tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah yang menargetkan dapat mengeliminasi TBC pada 2030 mendatang. Dengan masih banyaknya pasien TBC yang belum didiagnosis dan diobati, berarti masih banyak sumber penularan TBC di masyarakat. Apabila tidak tertangani dengan baik dan benar tidak hanya akan menambah jumlah kasus TBC baru, tetapi juga bisa meningkatan angka kematian. Seperti diketahui saat ini  Indonesia menjadi negara penyumbang kasus TBC terbesar kedua di dunia. 
 
Peneliti pada Pusat Kajian Kedokteran Tropis UGM ini mengungkapkan perlu dilakukan upaya tambahan yang inovatif dan komprehensif agar Indonesia dapat mencapai target eliminasi pada 2030. Pendekatan komprehensif “temukan, obati dan cegah” diperlukan untuk mencapai target tersebut. Pendekatan inilah yang digunakan oleh program Zero TB Yogyakarta untuk berkontribusi dalam eliminasi TBC, yang dimulai dari Yogyakarta. Upaya menurunkan kasus TBC tidak hanya dengan menemukan kasus dan melakukan pengobatan saja, tetapi juga dengan memberikan terapi pencegahan.
 
Ia menyebutkan jika sejak tahun 2006 WHO sudah merekomendasikan pemberian terapi pencegahan TBC, yang saat itu dikhususkan untuk anak balita yang kontak erat dengan pasien TBC dan untuk pasien HIV. Namun demikian, seperti di negara-negara lainnya di dunia, implementasi di Indonesia belum maksimal. Beberapa laporan dan penelitian telah menunjukkan, bahwa eliminasi TBC di tahun 2030 tidak akan tercapai jika hanya mengobati pasien yang sakit TBC. 
 
"Tanpa dikombinasikan dengan pemberian terapi pencegahan  akan sulit mencapai eliminasi TBC 2030,” terangnya.
 
Ia pun menekankan pentingnya pendekatan komprehensif dalam pemberantasan TBC. Menurutnya, pemberantasan TBC bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja, tetapi semua pihak. Karenanya harus ada kerja sama dan sinergi lintas sektoral dalam penanganan TBC dan mewujudukan Indonesia bebas TBC 2030 mendatang. Di samping itu, peran aktif masyarakat juga sangat diperlukan.
 
TBC merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Mycobaterium tubercolusis. Penyakit ini menular melalui udara dari droplet penderita saat bersin, batuk, maupun berbicara. Kuman TBC mampu bertahan selama beberapa jam dalam kondisi lingkungan yang lembab dan gelap. 
 
TBC dapat menginfeksi semua orang di segala usia dan dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti paru-paru, ginjal, usus, serta otak . Gejala TBC pada orang dewasa berupa batuk terus menerus selama 2-3 minggu bahkan hingga batuk darah, berat badan menurun, tubuh tersa letih dan lesu, serta berkeringat di malam hari. 
 
Rina menjelaskan TBC merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab kematian terbesar dunia. Bahkan, menjadi penyebab kematian nomor satu di antara penyakit infeksi tunggal. Meskipun demikian, TBC dapat disembuhkan melalui pengobatan selama 6 bulan.
 
“TBC itu bisa disembuhkan. Obatnya sudah ditemukan dan disediakan gratis oleh pemerintah. Hanya saja memang pengobatannya lama sehingga menuntut ketaatan pasien dalam meminum obat,” paparnya.
 
Apabila pasien tidak taat dalam menjalani pengobatan, Rina menyebutkan bahwa hal ini bisa memperberat penyakit yang dapat menyebabkan kematian atau dapat menyebabkan kuman TBC resisten (kebal) terhadap obat. Kondisi TBC kebal obat ini memerlukan pengobatan yang lebih kompleks dan dalam jangka waktu panjang, serta efek samping yang lebih besar. 
 
“Kalau sudah terjadi resistensi maka risiko kematiannya tinggi. Oleh sebab itu, pasien harus benar-benar taat minum obat  TBC sampai tuntas agar tidak terjadi resistensi,” tegasnya. 
 
Penulis: Ika
Foto: Ilustrasi

Berita Terkait

  • DOTS Efektif Tanggulangi Tuberkulosis di DIY

    Thursday,01 April 2010 - 17:32
  • Prof. Ida Tjahajati: Penemuan Antigen Spesifik Membuka Peluang Diagnosis Tuberkulosis

    Tuesday,08 March 2011 - 12:05
  • Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis di Era Covid-19

    Monday,28 March 2022 - 11:07
  • Pandemi Covid-19 Pengaruhi Keuangan Rumah Sakit

    Friday,26 June 2020 - 15:10
  • Epidemiolog UGM: Lonjakan Kasus Covid-19 Akibat Klaster Libur Lebaran dan Varian Omicron Baru

    Monday,27 June 2022 - 14:25

Rilis Berita

  • UGM Sosialisasikan Pembangunan Zona Integritas di Lingkungan Kampus Menuju WBK dan WBBM 27 January 2023
    UGM melakukan kegiatan sosialisasi pembangunan zona integritas di lingkungan kampus, Jumat (27/1)
    Ika
  • UGM Cetak Doktor Double Degree Pertama Kerja Sama Fakultas Biologi UGM-University of Montpellier 27 January 2023
    UGM berhasil meluluskan doktor program double degree pertama kerja sama antara program Doktor Bio
    Ika
  • Angkat Topik Penelitian terkait Kanker Mata pada Anak, Purjanto Raih Gelar Doktor 26 January 2023
    Disertasi berjudul Ekspresi PD-L1, Taz, Serta Index Proliferasi Ki-67 sebagai Faktor Pr
    Satria
  • Kolaborasi Berbagai Institusi Dukung Revolusi Mental untuk Pembangunan Manusia dan Kebudayaan 26 January 2023
    Universitas Gadjah Mada menandatangani Nota Kesepahaman Kerja Sama Revolusi Menta
    Gloria
  • UGM-Pemprov DIY Akan Sinergikan KKN 25 January 2023
    Universitas Gadjah Mada bersama Pemerintah Provinsi DIY akan melakukan sinergi pelaksanaan Kuliah
    Satria

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual