Epilepsi bagi sebagian kalangan masyarakat masih dianggap sebagai penyakit gangguan jiwa dan bisa menular. Padahal, kenyataan sebenarnya justru sebaliknya, epilepsi adalah penyakit gangguan saraf otak dan tidak menular. Hingga saat ini diperkirakan ada sekitar 50 juta orang penderita epilepsi di dunia, bahkan di Indonesia sendiri ada 1,5-2,4 juta orang pada tahun 2013 lalu. Meski begitu 20 persen kasus epilepsi tidak direspons dengan pengobatan.
Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM dr. Fajar Maskuri, M.Sc., Sp.S., mengatakan masih ada mitos di masyarakat yang beranggapan bahwa epilepsi bisa menular sehingga ketika menemukan penderita yang tengah kejang tidak ditolong karena khawatir tertular. “Sebenarnya epilepsi adalah gangguan saraf otak sehingga harus dirawat oleh dokter saraf. Meski bersentuhan kulit atau terkena air liur si penderita saat kita menolong itu tidak akan tertular. Minimal mengamankan pasien terkena cedera saat kejang,” kata Fajar dalam webinar RSA UGM dalam rangka Memperingati hari Epilepsi Sedunia yang bertajuk Tetap Produktif dan Reproduktif di Masa Pandemi, Rabu (7/4).
Fajar mengatakan epilepsi bukanlah gangguan jiwa, meski ada gangguan kognitif dan kecerdasan di bawah rata-rata. Meski sulit diajak berkomunikasi dengan baik akan tetapi penderita epilepsi sebenarnya bisa sembuh bila mendapat penanganan yang tepat. “Jika tidak diobati segera maka akan terjadi kerusakan otak lebih berat, semakin sering kejang maka sel-sel di otak akan banyak yang rusak sehingga perlu segera diobati ke dokter saraf,” paparnya.
Selain itu, masih ada beberapa anggapan di masyarakat yang menyebutkan bahwa penderita epilepsi tidak boleh menikah karena khawatir keturunannya akan mengalami penyakit serupa. Kenyataannya penderita epilepsi tetap boleh menikah. “Tidak ada larangan apalagi memiliki keturunan. Namun, bagi wanita jika hamil harus dikontrol dokter saraf dan dokter kandungan,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh dokter spesialis saraf dari RS Sardjito, dr. Atitya Fitri Khairani, M.Sc., Sp.S (K). Menurutnya, penting bagi penderita epilepsi untuk rutin minum obat dalam waktu lama karena terjadi gangguan kelistrikan di otak. “Saat serangan epilepsi, ada kejadian muatan listrik berlebihan di otak. Meski penyakit ini tidak menular, namun membutuhkan pengobatan intensif dan waktu yang panjang,” ungkapnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : jw.org